
Laura Basuki, nama yang mulai terdengar tak asing di telinga masyarakat
Indonesia khususnya masyarakat yang sering menonton televisi. Laura
Basuki bisa disebut sebagai artis pendatang baru di dunia entertainment
Indonesia. Begitu muncul pertama kali, Laura langsung menyita
perhatian, khususnya kaum Adam. Wajahnya begitu cantik namun terlihat
lugu dan polos, sangat memikat. Apalagi kulitnya yang benar-benar putih
mulus, tak ada cacat sedikitpun, mulai dari kepala sampai kaki.
Kecantikan dan kulit putih mulusnya selalu membuat para pria
membayangkan bahwa tubuh Laura Basuki pastilah ‘legit’, hangat, dan
juga harum. Banyak yang menyama-nyamakan Laura dengan artis film panas
Jepang yang sudah terkenal di Indonesia bernama Maria Ozawa atau lebih
dikenal Miyabi karena beberapa foto wajah Laura sekilas agak mirip
dengan Miyabi. Namun, sebenarnya, perbedaannya cukup jauh. Wajah Laura
terlihat sangat polos, cantik natural, beda dengan Miyabi yang cantik
nakal. Tapi, segera imej mirip Miyabi itu hilang dari pandangan publik.
Sebab, sikap anggun, ramah, santun, dan selalu tersenyum serta wajahnya
yang cantik polos menimbulkan kesan tersendiri. Kesan yang membuat
Laura seperti seorang dewi atau bidadari yang begitu cantik. Dan kulit
Laura yang putih, seputih susu, sungguh sangat ‘menyilaukan’ mata para
lelaki.
“umm hem hem hem”, terdengar senandung merdu dari dalam kamar mandi.
Laura sedang asik berendam air susu sambil bersenandung. Laura sangat
merawat kulit indahnya itu. Mandi susu, spa, pokoknya semua perawatan
kulit ia lakukan untuk menjaga kulitnya tetap halus dan mulus. Laura
keluar dari bathtub dan membuang air mandinya. Tubuh yang benar-benar
sangat indah. Bukan indah dalam arti sexy atau sintal. Tubuh Laura tidak
terlalu sexy, namun proporsional. Tak ada satu lipatan pun yang
berwarna hitam atau coklat, semuanya putih mulus. Dan yang menjadi daya
tarik utamanya yaitu belahan bibir vaginanya yang menutup dengan sangat
rapat dan dihiasi rambut kemaluan yang lebih seperti bulu-bulu halus
serta kedua putingnya yang tidak terlalu besar dan berwarna pink pucat,
sangat menggemaskan.
Laura keluar kamar mandi, mengeringkan tubuhnya, melilitkan handuk di
tubuhnya, dan duduk di depan meja riasnya. Dengan santai, Laura
menyisir rambutnya berkali-kali tanpa bosan, sampai rambutnya kering dan
rapih. Kecantikannya benar-benar alami, natural, dan polos. Dia sama
sekali tak perlu mengenakan make up apapun untuk terlihat cantik. Dan
Laura
sendiri juga tak terlalu suka mengenakan make-up. Paling-paling,
dia hanya sekedar memakai blast-on supaya pipinya merona dan lipgloss
untuk melembapkan bibirnya. Dia memang lebih sering menggunakan lipgloss
daripada lipstik. Dia tidak terlalu suka lipstik. Lagipula bibirnya
memang tipis dan pink alami, buat apa memakai lipstik. Dan karena dia
sering memakai lipgloss, bibirnya yang tipis terlihat sehat, lembap, dan
berkilau setiap saat. Tapi, ada kalanya dia memakai lipstik, di saat
dia ingin terlihat tampil sebagai wanita yang dewasa dan mandiri,
pastilah ia mengenakan lipstik.
Laura mengenakan pakaiannya, pakaian yang feminim, mirip seperti gaun
tapi lebih ke gaun untuk sehari-hari. Dia memang sangat feminim, untuk
sehari-hari saja dia lebih suka mengenakan rok daripada jeans. Tapi,
meski feminim, bukan berarti Laura adalah wanita yang manja. Wajahnya
boleh terlihat lugu tapi dia lebih suka menyelesaikan masalahnya
sendiri. Hari ini dia akan mengisi sebuah acara musik, menjadi MC
bintang tamu di acara itu.
“wuih, ada neng cantik nih…”.
“iih. apa sih lo, Ga ?”, balas Laura sambil tersenyum.
“emm gemes gue kalo ngeliat cewek imut…”, Olga mencubit kencang pipi Laura.
“auw. sakit tau”.
“abisnye gue gemes ngeliat muka lo..”.
“iya, tapi kan sakit..”.
“oh iya, gimana kabar bokin lo ?”.
“mau tau aja deh…”, canda Laura.
“ah gitu lo ye, pelit ye ma gue, Ra..”. Laura dan Olga memang sudah saling kenal, tak heran mereka terlihat akrab.
“si Raffi mana ?”.
“biasa, bentar lagi juga dateng. kan die emang keong racun. jalannye
lelet kayak keong ahahaha”, Olga tertawa lebar dengan gaya tertawanya
yang khas.
Laura dan Olga pun memandu acara musik tersebut berdua karena Raffi
belum datang. Tapi, akhirnya Raffi datang dan memandu acara bersama
Laura dan Olga sampai selesai.
“Laura !”.
“iya ?”.
“mau ke mana ?”.
“mau pulang ke rumah…”.
“ah masa langsung pulang ke rumah ? maksi bareng yuk ?”.
“ah, nggak, Fi. makasih…”, jawab Laura tersenyum.
“yah, ayo dong. jarang banget gue maksi sama cewek cakep..”, rayu Raffi.
“nggak, Fi. makasih..”, jawab Laura kembali tersenyum.
“yah. yaudah deh…”.
“maaf yaa Fi. gue balik duluan yaa…”. Tak terbayang oleh Laura kalau
dia harus makan siang berdua dengan Raffi. Memang dia ganteng, tapi
Laura canggung sekali kalau berbicara dengan Raffi. Bukan karena Laura
suka, justru Laura kaku karena tidak mengerti apa yang dibicarakan Raffi
apalagi kalau sudah melucu, pasti jayus. Lagipula, Laura paling tidak
suka dengan cowok yang gampang gonta-ganti pacar. Laura masuk ke dalam
mobilnya dan mengendarainya keluar areal stasiun tv swasta itu.
Kalau langsung pulang ke rumah, rasanya malas. Jalan bersama
teman-teman juga sedang tidak ingin. Ya sudah, Laura memutuskan untuk
pergi ke cafe favoritnya sendirian.
“srrpp…”, Laura menyeruput minumannya lewat sedotan sambil asik
browsing dengan handphonenya. Tak lupa sesekali ia menyuap kue yang
dipesannya tadi. Laura memang tak pernah banyak makan. Hanya dengan kue
yang ia pesan, perutnya sudah terasa 3/4 kenyang. Tentu banyak yang
memandang si bidadari cantik jelita itu. Tak sedikit yang mengenali
Laura, artis pendatang baru.
“hai…”.
“hi..”.
“boleh gabung di sini nggak ?”.
“emm…iyaa..”, jawab Laura.
“kamu, Laura Basuki kan ?”.
“iya, Pak..”.
“kenalkan, saya Bambang..”. Laura hanya tersenyum.
“kenapa kamu sendirian ?”.
“mm..maaf, Pak, saya duluan..”.
“lho ? mau ke mana ?”. Laura hanya tersenyum seraya meninggalkan bapak
yang kelihatan kecewa itu, tak jadi berkenalan dengan si artis cantik
itu. Laura berjalan cepat menuju tempat mobilnya diparkir.
Dia menghela nafas lega bisa menghindar dari Om-om nakal barusan. Laura bersender ke jok kursinya.
“huuhh…”. Kadang ia bertanya, apakah ia harus menganggap kecantikan
wajahnya sebagai suatu berkah atau kutukan. Tak jarang keadaan seperti
tadi, saat Laura sedang sendiri, ada saja pria yang ingin berkenalan. Ya
memang, tak semua pria yang mengajaknya kenalan seperti bapak tadi,
ada juga yang masih muda, tampan, dan kaya, namun Laura merasa tak
nyaman berkenalan seperti itu. Dan di antara teman-temannya yang pria,
Laura juga merasa tak ada yang cocok. Entahlah, Laura juga masih
bingung, apakah nanti dia bisa menikah. Aneh juga, banyak wanita ingin
punya wajah cantik dan kulit putih mulus seperti Laura agar mudah
mendapat pangeran yang sempurna, tapi Laura malah bingung, masih belum
ada yang cocok.
“ckiiiiittttt !!!!! buuugghhh !!!”. Gara-gara melamun, Laura menabrak
orang yang menyebrang. 2 orang yang memang sedang duduk di warung dekat
situ pun mendekati mobil Laura.
“WOII !!! KELUAR LO !!!”, kata
seorang pria menggebuk-gebuk kaca mobil Laura dengan kencang.
Sementara pria satu lagi, memeriksa orang yang tertabrak itu.
“WOI KELUAR LO !! MENTANG-MENTANG PAKE MOBIL MAHAL. NYETIR SEENAKNYE LO
!! KELUAR !!!”. Wajah Laura pucat, dan keringat dingin. Laura keluar
dari mobil.
“LO NYETIR GI..MA…NE SI..H..”, orang itu langsung berhenti berbicara ketika Laura sudah keluar dari mobil.
“maaf maaf, Pak…saya nggak ngeliat tadi….”, wajah Laura benar-benar panik.
“Bapak nggak apa-apa ?”, tanya Laura sambil jongkok. Pria yang tadi mau
menolong bapak itu malah terbengong melihat Laura. Meski Laura
merapikan roknya sebelum jongkok, tapi tetap saja, sedikit betisnya
terlihat. Menampakkan betapa mulus kulit Laura meski hanya sebatas
betis. Tak heran pria itu malah jadi bengong.
“Mbak ini gimana sih nyetirnya ?”, ucap pria yang tadi menggedor kaca
mobil dengan nada sok ketus. Sebenarnya pria itu masih dalam ‘tahap’
mengagumi si dara cantik yang sedang jongkok.
Namun sudah kepalang marah, jadi dia sok ketus.
“maaf Pak. saya tadi lagi ngelamun. maaf Pak..”.
“saya nggak apa-apa kok, neng…”, jawab bapak itu. Dengan dibantu 2 orang pria, bapak itu mencoba berdiri.
“aduu duuh duuhh…”.
“kayaknya kaki bapak keseleo…”.
“harus diperiksa Pak…”.
“nggak usah, Mas…”.
“saya anterin Pak ke rumah sakit…”.
“nggak usah neng, cuma keseleo sedikit…”.
“ayo, Pak…sa ya nggak tenang kalau belum bawa Bapak ke rumah sakit…”.
“bener, neng..saya nggak apa-apa..”, ucap bapak itu, tapi seperti kesakitan menapak dengan kakinya.
“udah, Pak..coba periksa aja dulu”, saran si pria yang memapah bapak
itu. Akhirnya, bapak itu mau juga setelah dibujuk. Dengan dibantu 2 pria
tadi, bapak itu sudah duduk di jok tengah mobil Laura.
“Pak. saya benar-benar minta maaf”, Laura mengucapkannya sambil terus menyetir. Wajahnya kelihatan cemas sekaligus bersalah.
“nggak apa-apa, neng. saya juga tadi asal nyebrang”.
“kaki Bapak terasa sakit banget ya ?”.
“sedikit. paling cuma keseleo, neng”.
“ya tapi harus diperiksa, Pak”.
“iya, neng”. Keadaan pun menjadi sepi. Jalanan menuju rumah sakit cukup jauh.
“em, maaf neng, kalau saya boleh nanya. neng ini artis ya ?”.
“umm. ya bisa dibilang begitu”, jawab Laura tersenyum.
“nama neng siapa ?”.
“nama saya Laura, Pak. Bapak ?”.
“saya Sutanto, neng. Neng Laura yang waktu itu pernah diwawancarai Tukul kan ya ?”.
“iya, Pak. Bapak sering nonton acara itu ?”.
“iya, neng. tiap malem sambil istirahat”.
“oh. saya boleh nanya juga, Pak ?”.
“nanya apa, neng ?”.
“Bapak ini guru ya ?”.
“iya, neng. saya guru. kok neng Laura bisa tahu ?”.
“seragam Bapak mirip paman temen saya yang guru”.
“oh begitu”.
“guru apa, Pak ?”.
“guru Biologi di SMP XX, neng”.
“oh….”. Aneh rasanya, Laura kelihatan enak sekali berbicara dengan
Sutanto, suara Bapak tua itu pun membuat Laura menjadi tenang dan
menghilangkan kecemasan dan rasa bersalahnya.
“ayo, Pak. hati-hati..”. Laura menunggu Sutanto yang berusaha turun
dari mobil. Tanpa ragu, Laura memapah Sutanto yang sedikit kesusahan
berjalan ke dalam rumah sakit.
Sutanto pun bisa mencium aroma tubuh Laura yang sangat harum. Aroma vanilla yang manis dan menggemaskan.
“gimana, Dok ?”.
“sepertinya sendi kaki Bapak Sutanto sedikit bergeser”.
“bisa disembuhin, Dok ?”.
“bisa. tapi mungkin Pak Sutanto harus istirahat di rumah 2 minggu supaya sendinya sembuh total”.
“oh begitu ya, Dok ? terima kasih, Dok”. Laura pun mengurus biaya
administrasi sambil menunggu Sutanto keluar. Tak lama kemudian, Sutanto
dengan dipapah seorang juru rawat laki-laki keluar dari ruangan menuju
ruang tunggu.
“gimana, Pak ?”.
“tadi lumayan sakit, tapi sekarang enakan, neng”.
“maaf banget, Pak”.
“nggak apa-apa kok, neng”.
“ini resepnya, Pak ?”, Laura mengambil secarik kertas yang di genggam Sutanto.
“iya, neng. tapi sini saya aja yang bayar”.
“nggak, Pak. biar saya aja..”. Setelah membayar semuanya, Laura pun memapah Sutanto keluar.
“makasih, neng udah bayarin saya berobat”.
“kenapa Bapak terima kasih ? saya udah nabrak Bapak sampai Bapak harus
istirahat 2 minggu..justru seharusnya saya minta maaf ke Bapak”.
“yaudah, neng. saya udah nggak apa-apa, jadi neng Laura nggak usah
ngerasa bersalah lagi..”, petuah Sutanto untuk menenangkan Laura.
“iya, Pak. terima kasih”.
“ya sudah, neng. kalau begitu saya pamit pulang dulu..”.
“lho ? Bapak mau ke mana ? tas Bapak kan masih ada di dalem mobil saya ?”.
“oh iya. hampir aja…”.
“saya anter Bapak pulang ya sekalian ?”, tanya Laura dengan raut muka sangat manis.
“nggak usah, non. nanti ngerepotin…”, tolak Sutanto halus. Ditawari
pulang bersama oleh gadis muda yang sangat cantik, belum lagi
berstatuskan artis pastilah Sutanto sangat ingin menerimanya, tapi dia
merasa tak enak.
“jangan membuat saya ngerasa bersalah lagi, Pak. tolong biarin saya nganter Bapak pulang ke rumah”, Laura agak memaksa.
“mm. iya deh, neng. boleh kalau begitu. maaf ngerepotin”. Laura
tersenyum sebelum membantu Sutanto masuk ke dalam mobil. Karena cukup
asyik mengobrol, tiba-tiba sudah sampai di depan rumah Sutanto.
Rumahnya kecil, mungil, sederhana, dan bertipe RTRB (Rumah Tipe Rakyat Biasa), namun kelihatan aman dan nyaman.
“biar saya anter sampai dalem, Pak”.
“nggak usah, neng. saya bisa kok kalau cuma jalan sedikit-sedikit”, ucap Sutanto sambil mengambil tasnya.
“ini, Pak. nomer hp saya, kalau ada apa-apa, telpon saya”.
“iya, neng. makasih neng”.
“sama-sama, Pak. saya pulang dulu ya. sekali lagi maaf, Pak”. Sutanto
tersenyum sambil mengangguk. Laura pun pulang ke rumah. Selama di
rumah, Laura terus memikirkan Sutanto. Bukan karena hanya kasihan dan
bersalah, tapi rasanya Laura juga kangen dengan suara guru tua itu.
Entah ada apa dengan Laura, padahal baru kenal, tapi terasa sudah lama
kenal, bahkan terasa seperti keluarga. Keesokan harinya.
“tok tok tok !!”.
“sebentar !”.
“lho ? neng Laura ? ayo masuk, neng”.
“iya, Pak. terima kasih”.
“silakan duduk, neng”.
“mau minum apa, neng ?”.
“ah nggak usah, Pak. nanti ngerepotin. saya cuma mau ngelihat keadaan Bapak. gimana, Pak ? udah enakan ?”.
“iya, neng. lumayan. balsemnya bener-bener bikin enakan”.
“oh gitu ya, Pak ? bagus deh”.
“iya, neng…”.
“obatnya udah di minum, Pak ?”.
“udah, neng. udah saya minum semua”.
“oh iya, Pak. saya bawa makanan buat Bapak”.
“ha ? kenapa neng repot-repot bawa makanan segala ?”.
“ya nggak apa-apa, Pak. piringnya dimana, Pak ?”.
“biar saya siapin sendiri, neng”.
“biar saya saja, Pak. dimana piringnya, Pak ?”.
“nggak apa-apa, neng ?”.
“iya, Pak. nggak apa-apa”.
“oh, yaudah, neng. piringnya di sana, neng”. Laura menyiapkan makanan yang di bawanya.
“ayo, neng Laura makan juga”.
“saya udah makan, Pak”, jawab Laura tersenyum.
“ayo, neng. saya nggak enak makan sendiri. lagian kan neng Laura yang beli”.
“mm…iya deh, Pak”. Laura dan Sutanto pun makan bersama. Seperti biasa, Laura makan secukupnya.
“oh iya, Pak. ngomong-ngomong istri Bapak kemana ? kok nggak keliatan ?”.
“istri saya sudah meninggal 8 tahun yang lalu, neng”.
“oh maaf, Pak. saya nggak tau, maaf”.
“nggak apa-apa, neng”. Laura pun menemani Sutanto sampai sore karena
gadis cantik itu merasa kasihan Sutanto yang sedang dalam masa
penyembuhan sendirian saja di rumah.
“Pak. maaf nih, saya pulang dulu ya”.
“oh iya, neng. silakan. makasih banget udah nemenin saya dari pagi sampai sore”.
“iya, Pak. sama-sama. saya juga lagi butuh temen ngobrol”.
“oh begitu”.
“mari, Pak. saya pulang dulu”.
“iya, neng. sekali lagi makasih, neng..”.
“iya, Pak…”, Laura tersenyum. Akhirnya, pemandangan indah itu hilang
juga dari mata Sutanto. Semenjak istrinya meninggal 8 tahun lalu, baru
kali ini Sutanto mengobrol lama dengan wanita di rumahnya lagi. Sudah
begitu, bukan sekedar wanita biasa tapi artis muda yang wajahnya seperti
bidadari. Kesan yang ada di benak Sutanto kalau artis itu sombong,
sangat bertolak belakang dengan Laura. Saat mengobrol tadi, Laura tak
segan-segan tertawa dan tersenyum bersama guru tua itu. Cantik dan baik
hati, persis seperti penggambaran seorang bidadari atau dewi, andai
Laura menjadi istrinya, pasti akan terasa seperti di surga, dilayani
wanita cantik setiap harinya.
Tunggu, memperistri Laura ? Sutanto tersenyum licik lalu mengambil
sebuah buku catatan dari lemarinya. 5 hari sudah berlalu, Laura tak bisa
datang karena sedang ada kerjaan, tapi dia selalu menelpon Sutanto
supaya tahu kabarnya, gadis cantik itu perhatian ke Sutanto karena
merasa harus bertanggung jawab ke guru tua itu.
“halo…”.
“Pak Tanto ? ada apa, Pak ?”.
“maaf, neng ganggu. Bapak mau nanya, nama balsem yang di kasih dokter waktu itu, apa neng namanya ?”.
“lho ? emang kenapa, Pak ?”.
“ini, non. balsem Bapak udah habis, Bapak mau beli lagi”.
“oh iya, resepnya saya yang megang. ya udah, Pak. nanti biar saya aja yang beli”.
“jangan, neng. biar Bapak beli sendiri aja”.
“nggak apa-apa, Pak. saya juga mau lihat keadaan Bapak sekalian”.
“mm..yaudah neng. makasih banget ya…”.
“sama-sama, Pak…”. Laura langsung membeli balsem di apotik setelah
selesai suting terakhirnya untuk 1 minggu ke depan, tapi dia terjebak
macet parah di jalan menuju rumah Sutanto.
“Pak Tanto. maaf, saya kena macet. jadi saya masih lama nyampenya”.
“iya, neng. nggak apa-apa”.
“Bapak nggak lagi butuh banget balsemnya kan ?”.
“nggak sih, neng. Bapak cuma jaga-jaga aja, soalnya balsemnya tinggal sedikit”.
“oh yaudah, maaf ya, Pak”, jawab Laura lembut.
“iya, neng….”.
“oh iya, Pak. gimana kakinya ? udah mendingan ?”.
“udah, neng. udah kayak biasa lagi. paling besok, Bapak juga udah bisa ngajar lagi”.
“oh gitu. syukur deh”. Laura akhirnya sampai di rumah Sutanto saat senja (sore menjelang malam).
“aduh, maaf, Pak. tadi macet banget”.
“iya, neng. nggak apa-apa. sebentar, neng”. Sutanto membawa minuman.
“ini, neng. diminum”.
“kok repot-repot, Pak”.
“udah, nggak apa-apa, neng. pasti neng Laura haus. ayo neng diminum”.
“iya, Pak. makasih, Pak”. Laura mengobrol dengan Sutanto sambil melepas lelah sebentar.
“Pak, saya minjem kamar mandinya sebentar”.
“oh, iya, neng. silahkan”. Saat keluar kamar mandi, Laura mencari-cari Sutanto, tapi tak kelihatan.
Ya sudah, Laura pun memutuskan untuk pulang tanpa pamit karena sudah cukup malam.
“klk klk…”, sepertinya pintunya terkunci. Saat sedang mencoba membuka pintu, Laura dibekap dari belakang.
“emmpphh emmffhhhh”, Laura memberontak sekuat tenaga, melepaskan
dirinya dari bekapan seseorang itu. Tapi, sudah bisa ditebak, tenaga
gadis mungil seperti Laura tidak berpengaruh. Orang itu mudah mengangkat
Laura dan membawanya ke dalam kamar.
“bugg !!”, Laura dilempar ke atas tempat tidur.
“Pak Tanto ?! Mau apa ??!!!”, ketika Laura mau bangun, Sutanto langsung
menomploknya, menekan tubuh Laura agar tidak bisa kemana-mana.
“udah lama Bapak nggak nidurin perempuan, neng. hehehe”, seringai jahat
tercetak di wajah Sutanto. Sangat berbeda 180 derajat, wajah Sutanto
yang tadi kelihatan arif dan bijaksana, kini seperti wajah perompak.
“JANG, hmmpppfffh !!”, Sutanto langsung menambal mulut Laura dengan bibirnya.
“haph..ummm nyeemmhhh”. Laura menggelengkan kepalanya kesana kemari sambil berusaha untuk teriak.
Namun, bibir Sutanto sangat gigih mengejar bibir Laura. Dengan
gemasnya, guru tua itu mengemut-emut bibir Laura yang empuk dan lembut
sambil berusaha menyelipkan lidahnya masuk ke dalam mulut Laura. Gadis
cantik itu meronta-ronta sekuat tenaga, menutup bibirnya rapat-rapat.
‘pertahanan’ Laura masih kuat, insting laki-laki sejati milik Sutanto
pun mengambil alih. Pria tua itu mulai mencumbui sekujur leher Laura.
“jangan, Pak…tolong…jangaan, Paak…”. Rupanya Laura sangat sensitif.
Baru diciumi sebentar saja, tubuhnya sudah melemah. Mudah sekali bagi
Sutanto. Lidah kasar guru tua itu pun menjalari sekujur leher Laura yang
mulus.
“aaahhhmmm jangaannhhh Paaakkhhh….”, lirih Laura begitu lemah. Terlalu
mudah, Sutanto sudah membayangkan betapa nikmatnya menggumuli Laura
yang cantik itu. Tapi, tiba-tiba.
“TAAKKK !!”, Laura memukul kepala Sutanto dengan sesuatu dan
mendorongnya. Sepertinya itu buku pelajaran. Tenaga Laura seperti
meningkat 3x lipat, Sutanto sampai terjatuh ke bawah.
Kunci yang tadi di kantung Sutanto terlempar keluar. Laura langsung
mengambil kunci itu dan membuka pintu depan. Dia berlari masuk ke dalam
mobilnya, menginjak pedal gas dalam-dalam. Sementara Sutanto sedikit
berlari ke pintu depan rumahnya. Meski terasa lumayan sedikit
nyut-nyutan, tapi Sutanto malah tersenyum. Laura yang sudah jauh dari
rumah Sutanto memberhentikan mobilnya. Dia menangis, dia benar-benar
syok berat, dirinya hampir menjadi korban perkosaan karena terlalu baik
dan percaya ke Sutanto. Setelah sudah bisa mengontrol emosinya, Laura
pulang ke rumah. Semenjak kejadian itu, Laura jadi sering murung dan
diam. Bukan karena dia masih syok, tapi ada sesuatu yang lain. Gadis
cantik itu sendiri bingung, padahal dia hampir diperkosa Sutanto, tapi
kenapa dia sekarang jadi memikirkan wajah guru tua itu terus. Bahkan
sangat parah, lamunan dan mimpi Laura selalu menuju peristiwa waktu itu.
Artis berwajah cantik natural itu kini selalu membayangkan apa yang
akan terjadi kalau sampai digumuli Sutanto.
Bukan membayangkan karena takut diperkosa, tapi malah cenderung
penasaran apa yang akan terjadi padanya kalau dia sampai mempasrahkan
tubuhnya untuk digeluti si guru tua. Dara cantik itu selalu gelisah, tak
tenang, dan tak bisa tidur nyenyak, peristiwa waktu itu dan wajah
Sutanto selalu muncul di benaknya. Ya, Laura telah terkena pelet dari
Sutanto. Di minuman yang waktu ia minum, terdapat ramuan pelet Sutanto. 4
hari sudah, Laura benar-benar tak tahan dengan perasaan gelisahnya.
Laura pun mendatangi rumah Sutanto lagi.
“tok tok tok !!”.
“lho ? neng Laura ? ayo masuk…”, sapa Sutanto yang membuka pintu seolah kejadian waktu itu tak pernah terjadi.
“ayo, neng, silakan duduk…”. Laura hanya tertunduk malu, wajahnya
sangat merah. Dia sangat malu, dia mengasumsikan sendiri kalau dia
sedang menyerahkan dirinya sendiri ke Sutanto untuk disetubuhi.
“ada apa, neng ?”, tanya Sutanto dengan senyuman licik.
“emm…”.
“kenapa, neng ?”.
“SAYA NGGAK BISA NGELUPAIN WAKTU ITU !”, jawab Laura dengan sekali nafas.
Jelas sekali, Laura sendiri yang bilang seperti itu. Meski dalam pengaruh pelet, tapi tetap saja bukan dalam keadaan terpaksa.
“tolong saya, Pak. saya nggak tau harus gimana….”.
“jadi, neng Laura mau ngelanjutin yang waktu itu ?”. Laura tak menjawab, dia hanya menunduk.
“diem berarti iya lho, neng ?”. Laura tetap hanya menunduk.
“ya udah kalo gitu. neng Laura ikut Bapak ke kamar”. Sutanto pun
merangkul Laura dan ‘menggiring’ bidadari cantik itu ke kamarnya. Laura
di dudukkan di tepi ranjang, di sebelah Sutanto.
“tapi, Pak…..”.
“tenang aja, neng…waktu itu Bapak kalap, sekarang Bapak bakal
pelan-pelan…”. Sutanto mendekatkan mulutnya ke mulut Laura. Laura pun
melengos ke samping.
“kenapa ngindar, neng ?”.
“saya…”, Laura masih ragu-ragu, akalnya sedang bertarung melawan efek
pelet. Laura berdiri dan keluar kamar. Rasanya dia tak bisa menyerahkan
keperawanannya begitu saja ke Sutanto hanya karena penasaran. Sutanto
langsung mengejar ‘buruan’nya itu.
“mau ke mana, neng ?”.
“maaf, Pak. saya nggak bisa…”.
“ayo dong, neng. kita sama-sama pengen kan ?”, bujuk Sutanto. Sutanto pun mendekap Laura dari belakang.
“maaf, Pak….”. Pria tua itu merasa Laura harus mendapatkan persuasif terlebih dulu.
“ccpphh ccpphhh cup”, Sutanto mengecupi dan mencumbui tengkuk leher Laura.
“hemmm….jangaann, Paakk….”. Artis berwajah cantik polos itu menggeliat,
merasa geli sambil berusaha melepaskan diri dari dekapan Sutanto.
Namun karena Laura sudah terkena pelet, rasanya perlawanan Laura
hanyalah untuk ‘memancing’ nafsu Sutanto. Si pria tua itu pun terus
menciumi tengkuk leher Laura dan menikmati betapa harumnya tubuh artis
muda itu.
“jangaan, Paak…”, Laura melirih pelan. Efek pelet ditambah gairah yang
mulai terpancing karena ciuman-ciuman Sutanto di lehernya, membuat
Laura mulai ‘lemah’. Kedua tangan Sutanto yang tadi melingkar di
pinggang Laura kini mulai merayap ke atas.
“emmm…Paaakhh…”, seketika Laura mendesah pelan saat merasakan kedua susunya diremas-remas lembut oleh Sutanto.
Baru kali ini, Laura merasakan remasan pada kedua buah dadanya. Rasanya
enak seperti dipijat dan memicu rasa hangat geli pada perasaannya.
Sutanto menyeringai licik, bidadari itu sudah dikuasainya. Sutanto
menggiring Laura kembali ke dalam kamar. Masih dalam posisi memeluk
Laura dari belakang, Sutanto terus memainkan payudara artis cantik itu
dengan gemasnya. Tak besar memang, tapi sangat ‘pas’ untuk digenggam.
Momen sunyi namun mengasyikkan bagi Sutanto yang sedang menggrepei
wanita secantik Laura tanpa adanya perlawanan. Bahkan Sutanto bisa
mendengar nafas Laura yang semakin cepat dan eluhan pelan keluar dari
bibir tipisnya. Pria tua itu tak mau berlama-lama, dia membuka
resleting baju Laura, meloloskan kedua tali baju dari pundaknya. Laura
seakan tak punya kuasa lagi atas tubuhnya. Tangannya tak bisa
menghentikan perbuatan pria tua cabul itu yang sekarang berencana untuk
menelanjanginya. Baju Laura pun meluncur mulus ke lantai sehingga hanya
tinggal bh dan cd yang melekat di tubuh Laura.
Sutanto memutar tubuh Laura. Dia memandangi bidadari itu dari kepala
sampai kaki. Sungguh tubuh yang indah dan putih mulus !. Sutanto
benar-benar tertegun dengan kemulusan tubuh Laura. Sementara Laura hanya
bisa menunduk malu dan menutupi daerah dada dan pangkal pahanya dengan
kedua tangannya, wajahnya sangat merah. Dia belum pernah dalam keadaan
setengah telanjang di hadapan pria sebelumnya. Tonjolan langsung
mencuat di celana Sutanto, air liur pun serasa hampir menetes keluar.
Sutanto menyingkirkan kedua tangan Laura. Ada sedikit penahanan pada
kedua tangan Laura. Sepertinya masih ada ‘kesadaran’ Laura di tengah
pengaruh pelet Sutanto. Dengan sedikit tenaga, Sutanto berhasil menahan
kedua tangan Laura di samping tubuhnya. Tanpa pikir panjang, Sutanto
membenamkan wajahnya ke buntalan daging kembar nan empuk yang putih
mulus itu.
“akhh !”, Laura terpekik kaget.
“jangann, Paak….”, Laura masih menunjukkan penolakan. Ternyata batinnya masih bisa sedikit melawan pengaruh pelet guru tua itu.
Tapi, tetap saja, harusnya Laura bisa menendang selangkangan Sutanto
karena kedua kakinya tak terkekang apa-apa, bidadari itu malah diam
saja. Bagai seekor binatang yang sudah menaklukkan ‘mangsa’nya, Sutanto
mengendus-endusi tubuh Laura. Sungguh wangi dan sangat harum. Aroma
parfum vanilla dan jeruk segar yang dipakai Laura menambah gelora nafsu
Sutanto. Sutanto pun merogoh ke dalam bh Laura dan menggenggam
‘bantalan’ empuk yang ada di dalamnya.
“ummm”, gumam Laura pelan. Remasan-remasan pada payudaranya membuat
Laura mulai bergumam. Empuk dan rasanya hangat sekali. Sutanto pun
mengeluarkan tangannya dan segera meraih kaitan tali bh yang ada di
punggung Laura. Begitu kait terlepas, Sutanto langsung menarik bh Laura
dan membuangnya ke lantai. Guru mesum itu langsung menahan kedua tangan
Laura yang mau menutupi payudaranya.
“neng Laura. Bapak mau nyusu bentar. HEHEHE !”, usai berkata demikian, Sutanto langsung mencaplok payudara kiri Laura.
“aahmm heemmmhhh….Paaakkhhh….”, lirih Laura, pelan dan lembut. Kedua
mata Laura menutup, bibir bawah dikulum olehnya sendiri. Sepertinya,
kini dia sudah benar-benar ‘kalah’. Baru kali ini Laura merasakan
sensasi basah, geli, tapi nikmat sekaligus dan juga membuat tubuhnya
serasa hangat. Tak heran kalau dia kelihatan meresapi aktivitas Sutanto
yang mengenyoti payudara kirinya. Payudara kanan Laura tentu tak
dibiarkan begitu saja oleh Sutanto. Tangannya menjamah ‘kemasan’ susu
nan mulus Laura yang satu lagi. Memijat, meremasnya, dan memilin-milin
putingnya.
“uhhmmm….”, Laura kelihatan semakin menikmatinya. Dalam keadaan seperti
ini, bukan pelet yang mengambil alih pikiran Laura, tapi gairah gadis
cantik itu sendiri yang melemahkan akal sehatnya. Puas dengan payudara
kiri, mulut Sutanto cepat bergeser dan hinggap di payudara kanan Laura.
Pria tua itu mulai mengenyot lagi. Sudah lama Sutanto tak mengenyot
payudara wanita, tak heran dia kelihatan begitu nafsu dan serakah
menyusu pada Laura.
Lihat saja, pipi guru cabul itu sampai kempot saat mengenyot kedua buah
payudara Laura bergantian. Untuk semakin merangsang si bidadari cantik
berkulit putih mulus, tangan Sutanto mulai bergrilya. Menyelip masuk
ke dalam cd milik Laura dengan sangat mudah dan langsung menangkup
isinya. Begitu hangat dan lembap. Persis seperti yang dibayangkan
Sutanto. Tangan Sutanto mulai mengelus-elus naik-turun.
“uuummhhhhh….”, lirih Laura. Jari tengah Sutanto tepat di belahan bibir
vagina Laura. Gairahnya semakin lama semakin naik. Nafas Laura kian
memburu. Sutanto tahu kalau dara cantik ini memang sudah benar-benar
terangsang. Hawa hangat tubuhnya menandakan gairah yang mulai
terpancing. Dengan gerakan cepat, Sutanto melucuti satu-satunya pakaian
yang menempel di tubuh Laura. Celana dalam Laura diturunkan Sutanto
sampai lutut. Tatapannya nanar dan takjub melihat daerah intim Laura.
‘apem’ Laura terlihat sangat menggiurkan, mulus, rapat, dan wangi.
Tanpa ragu-ragu, Sutanto langsung membenamkan wajahnya ke selangkangan
Laura yang sudah tak terlindungi lagi.
“aaahhh jangaan Paakk…jangaannhh….”, dengan sisa kesadaran dan
tenaganya, Laura menahan kepala Sutanto menjauh dari daerah pribadinya.
Tentu guru tua itu tetap bersikeras. Dia menjulurkan lidahnya,
menyentuh bibir kemaluan Laura.
“aahmm…”, tubuh Laura bergetar. Tenaganya mengendur setelah ‘terbuai’
belaian lidah Sutanto pada vaginanya. Guru cabul itu pun langsung
menggunakan kesempatan dengan membenamkan kepalanya semakin masuk ke
selangkangan Laura.
“ccpphh emmm enaakk….”, desah Sutanto terus menjilati vagina Laura.
“mmhhh uummm Paaaakkhhhh….”. Laura tak bisa menahan sensasi nikmat pada
selangkangannya. Baru pertama kali ini, ada seseorang yang menciumi
dan menjilati kemaluannya. Dia tak pernah menyangka kalau rasanya
sungguh enak seperti ini. Meski dalam pengaruh pelet, Laura masih
‘dirinya’ sendiri. Dia benar-benar sadar kalau vaginanya sekarang sedang
‘diinvasi’ oleh seorang pria yang bukan suaminya, bahkan baru beberapa
hari dikenalnya.
Tapi, seakan-akan dia tak mampu menghentikan perbuatan Sutanto atau
mungkin lebih tepatnya, dia tak ‘mau’ menghentikan Sutanto. Itulah cara
kerja pelet yang digunakan Sutanto. Membuat si korban pasrah terhadap
perlakuan apapun dari si pengguna pelet, tapi korban masih dalam keadaan
‘sadar’. Mungkin pelet Sutanto lebih tepat dibilang hipnotis tingkat
lanjut. Laura benar-benar tak berdaya lagi menahan ‘serangan’ lidah si
guru cabul pada daerah pribadinya. Yang tadinya kedua tangan Laura ingin
menjauhkan kepala Sutanto, kini malah menekan kepala Sutanto ke
selangkangannya sendiri. Dan kedua kaki Laura secara alami melebar,
Sutanto pun semakin leluasa menggerogoti vagina Laura.
“aaahh ahhh aaahhh EEMMMHHHHH !!!!!”, Laura mengerang kencang, tubuhnya
menegang, dia menekan kepala Sutanto sekencang-kencangnya sambil
memajukan pinggulnya.
“srrruuppphhh ssrrpphhh”, dengan rakusnya Sutanto mengkokop ‘kuah’
vagina Laura. Rasanya asin, gurih, dan juga manis. Kaya akan rasa.
Sutanto
Sutanto pun memegangi pantat Laura agar alat kelamin bidadari cantik itu tetap bisa disosor olehnya.
“udaahh…udaaahhh…”, desah Laura memohon agar Sutanto berhenti menjilati
vaginanya. Laura menggigit bibir bawahnya dan kembali berusaha
mendorong kepala Sutanto. Wajah bidadari cantik itu merah dan terlihat
sangat bergairah. Tak dapat dipungkiri, rasa kenikmatan yang memuncak
lalu dilepaskan alias orgasme tadi benar-benar membuat Laura merasakan
enak luar biasa. Bidadari cantik itu tak pernah merasakan orgasme
sebelumnya, tak heran ia sangat menikmatinya.
“aahhh udaahh Paakhhh emmm udaaahhhhh”, pinta Laura memelas dan
berusaha sekuat tenaga menjauhkan Sutanto dari kemaluannya. Namun, otak
dan tubuhnya tidak sinkron. Tubuhnya ketagihan dengan rasa nikmat dari
jilatan demi jilatan Sutanto. Alhasil, Laura seperti ogah-ogahan
‘menolak’ kemauan Sutanto.
“UUMMMHHHHH !!!”, pria tua itu pun berhasil membuat ‘sungai’ surga
duniawi milik Laura kembali mengalir. Diminumnya seperti orang kehausan.
“memek neng Laura enak. hehehe”. Laura tak berkata apa-apa, dia hanya
terduduk lemas. Wajahnya terlihat seperti orang kepayahan, nafasnya tak
teratur, keringat bercucuran, dan wajah memerah. Daerah selangkangannya
terasa begitu basah, namun terasa enak, dan tubuhnya pun terasa
ringan. Sedang terjadi pertempuran batin di hati Laura. Satu pihak
menyuruhnya untuk tidak mengagumi kenikmatan yang ia rasakan, di lain
pihak, ia mengakui kalau tadi adalah rasa paling luar biasa yang
dirasakannya. Sementara itu, Sutanto sudah melucuti celananya.
‘rudal’nya mengacung tegak mengarah ke Laura seakan sudah menentukan
targetnya. Laura menatap penis Sutanto yang kelihatan besar dan kekar
itu. Baru kali ini ia melihat penis pria secara langsung dengan kedua
matanya sendiri. Dia terlihat ngeri dan takut, bergidik karena benda
tumpul mirip pentungan itu terlihat sangat besar. Meski Laura tak
pernah berhubungan intim satu kali pun alias perawan ting-ting, tentu
dia tahu kemana kejantanan itu akan ‘berkunjung’.
Dan rasanya liang vaginanya tak akan mampu menampung benda sebesar itu.
Apa? tunggu. Laura sadar kalau tadi dia baru saja memikirkan bagaimana
jika sampai penis Sutanto menjejali vaginanya. Kenapa dia memikirkan
itu ? bukankah harusnya dia bisa melawan lalu kabur, pikir Laura yang
mulai mengalahkan pengaruh pelet dengan harga diri dan kesadarannya.
Namun, terlambat. Sutanto menekan pipi Laura dan langsung menghujamkan
penisnya ke dalam mulut Laura.
“ugghh ugghh”, air mata merembes keluar dari sela-sela mata Laura.
“ohog ohog ohog….”, Laura terbatuk-batuk dan merasa mual sekali.
Hujaman penis Sutanto mengenai kerongkongannya berkali-kali. Saat Laura
masih megap-megap mengambil nafas, Sutanto mencekoki Laura dengan
penisnya lagi. Pengaruh pelet itu pun kembali menguat dan ‘meninju’
kesadaran Laura sampai K.O. Kini, gadis cantik itu sudah benar-benar
akan menjadi mangsa nafsu Sutanto. Saat Sutanto mengeluarkan penisnya
dari mulut Laura, dengan sendirinya, gadis cantik itu membuka mulutnya
dan ‘mencaplok’ burung Sutanto.
Laura mengulum kemaluan Sutanto sambil terus menggumam seperti orang yang sedang menikmati ‘sajian’ yang lezat.
“mm…mm…wah, neng Laura demen ya sama burung Bapak ?”, ejek Sutanto
sambil mengeluh-eluh keenakan. Memang teknik Laura masih sangat kaku,
tapi emutannya cukup membuat Sutanto keenakan. Laura kelihatan
benar-benar larut ketika mengemut-emut kepala penis Sutanto.
“udah neng. sekarang kita langsung aja….”. Sutanto membantu Laura
berdiri. Laura mengangkat kedua kakinya bergantian saat cdnya yang masih
menyangkut di lututnya diturunkan Sutanto. Jadilah Laura telanjang
bulat di hadapan Sutanto. Sutanto pun sudah ngaceng berat, di depannya
berdiri seorang bidadari berwajah cantik luar biasa, berkulit putih
mulus, bugil, dan lebih bagus lagi, tak berdaya melakukan apapun karena
dalam pengaruh peletnya. Pria tua itu sudah tak sabar ingin ‘menjarah’
tubuh menggiurkan Laura. Laura diletakkan di tempat tidur oleh Sutanto.
Sutanto pun melucuti bajunya sampai ia telanjang juga. Kini, kedua
manusia itu sama-sama telanjang bulat dengan 2 kondisi berbeda. Yang
satu, sadar kalau akan memperkosa seorang artis muda yang sangat cantik
dan melampiaskan nafsu birahi kepadanya. Yang satu lagi, memang sadar,
namun dia seperti tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri dan membiarkan
dirinya diperkosa. Sutanto melebarkan kedua paha Laura untuk memperjelas
sasaran tembaknya yang tak lain adalah alat kelamin Laura. Sutanto
sengaja menggesek-gesekkan penisnya ke belahan vagina Laura yang sangat
tertutup rapat.
“umm ummm”, gumam Laura pelan, pinggulnya naik-turun seperti ‘mencari’
pasangannya. Sutanto tersenyum licik, dia ingin mempermainkan batin si
dara cantik itu terlebih dahulu.
“gimana, neng? masukin nggak?”, goda Sutanto yang terus menggesek-gesekkan alat kelaminnya ke vagina Laura.
“masukin, Paakhh…pleaseee….”, lirih Laura memelas.
“oke deh…hehe…”.
“heekh…ennggg…”, Laura terpaku dan matanya terbelalak saat kepala penis Sutanto mulai mendobrak bibir vaginanya masuk ke dalam.
Bejat tapi masih baik. Sutanto tak tega melihat Laura yang kelihatan
menahan rasa sakit yang teramat sangat. Dia tak bergerak, memberikan
waktu agar Laura bisa beradaptasi. Sutanto mulai memajukan ‘cacing’
besarnya, menggali vagina Laura lebih dalam.
“heennn….”. Agak dalam, Sutanto bisa merasakan penisnya merobek
sesuatu. Dorong perlahan hingga akhirnya, seluruh batang keperkasaannya
amblas ke dalam liang kewanitaan Laura dan pas mentok sampai di ujung
rahim Laura.
“oohhh…..”, desah Sutanto. Liang vagina Laura benar-benar hangat,
sangat sempit, dan juga peret. Inilah kedahsyatan menyodok vagina yang
masih perawan. Sutanto pun merem melek, penisnya seperti dicengkram kuat
sekaligus dipijit-pijit oleh dinding vagina Laura. Selangkangannya
terasa amat pedih, penuh sesak, dan rasanya seperti terbakar. Air mata
Laura merembes keluar lagi. Baru pertama kali, tapi dinding vaginanya
sudah dipaksa melar untuk benda tumpul yang sangat besar itu.
“nnhhh..”, Laura menggigit bibir bawahnya saat Sutanto menarik penisnya
perlahan. Dara cantik itu merasa vaginanya seperti ikut tertarik.
Sutanto mendorong lagi penisnya masuk ke ‘gua cinta’ milik Laura secara
perlahan. Tarik-ulur perlahan, sengaja untuk membiasakan artis cantik
itu menerima ‘tikaman’ penis pada kemaluannya. Sambil ‘melatih’ Laura,
Sutanto pun memperhatikan batang penisnya yang berlumuran darah. Darah
keperawanan dari selaput dara Laura yang sudah robek.
“emmmhhh….”. Lenguhan kesakitan itu mulai berubah jadi gumaman nikmat.
“umm….”. Laura masih merasakan perih namun sudah bercampur dengan rasa
nikmat yang luar biasa sehingga dia mulai menikmati rasa enak dari
penis Sutanto yang ‘menyikati’ liang vaginanya perlahan. Kian lama rasa
nikmat itu semakin kuat, Laura mulai mengeluarkan desahan-desahan penuh
kenikmatan.
“plk plk plk plk”. Sutanto mulai meningkatkan tempo tumbukan penisnya terhadap vagina Laura.
“aaahhh aaahhh uummhhh mmmhhh”, nafas Laura semakin cepat, berbanding lurus dengan kecepatan hujaman penis Sutanto.
“cllkk cllkk cllkk”. Liang vagina Laura semakin becek, Sutanto makin mudah mempercepat hujaman penisnya.
“plok plok plok plok”, bunyi selangkangan mereka yang beradu dengan cepat.
“emmmmhhhh mmmhhhh….”. Tubuh Laura pun mengejang dan memeluk Sutanto
dengan erat. Pria tua itu berhenti sejenak sekedar ingin meresapi
siraman vagina Laura yang begitu hangat pada batang kejantanannya. Tak
lama kemudian, Sutanto mulai menggenjot lagi.
“ccpphhh ccpphhhh”. Sutanto melumat bibir Laura dengan sangat bernafsu,
dan Laura juga membalasnya dengan begitu bergairah. Bibir mereka
saling kejar mengejar, lidah mereka saling belit membelit. Bagai
sepasang kekasih yang bercumbu dengan panasnya ketika bercinta, padahal
Laura sedang dalam kondisi diperkosa. Bukan pelet yang membuat Laura
membalas ciuman Sutanto dengan penuh gairah. Dalam tahap ini, tidak
perlu pelet untuk membuat Laura menjadi sangat ‘bergairah’ dan
kooperatif.
Nafsu birahinya sendiri yang membuat Laura berubah 180 derajat seperti itu.
“oohhhh…”, desah Laura lepas. Rasa nikmatnya tak bisa dilukiskan. Tak
terbayangkan kalau bersetubuh akan senikmat ini. Kedua kaki Laura pun
melingkar di pinggang Sutanto. Kedua tangannya merangkul leher guru tua
itu. Aroma tubuh Laura yang wangi bercampur keringat dari birahinya
yang sedang menggelora benar-benar sangat membangkitkan hawa nafsu
Sutanto. Si guru tua semakin gencar menyodok-nyodok vagina si gadis
cantik. Tak jarang juga, ia memutar pinggangnya agar penisnya bisa
mengaduk-aduk rahim.
“ooouuhhh aaahhhh uummhhh….”. Nafas keduanya semakin menderu-deru,
keringat mereka bercucuran semakin banyak. Desahan dan eluhan mereka pun
saling bersahut-sahutan. Baik si bapak tua maupun si gadis muda sedang
terengah-engah, berlomba mencapai puncak dari kenikmatan yang mereka
dapatkan dari alat kelamin mereka yang terus saling bergesekkan.
“ooh aah ooh aah ouuhh !!”.
“jleb !”. Sutanto mendorong penisnya sekuat tenaga sampai Laura juga ikut terdorong.
“OOKKHHHH !!!!”, erang Sutanto melepaskan orgasmenya.
“OOUUUHHHH !!”, Laura mengerang juga. Letupan sperma Sutanto begitu
kuat sampai membuat tubuh Laura berkedut-kedut setiap kali rahimnya
‘ditembak’.
“hhhhh….”. Keduanya mengatur nafas mereka yang tak teratur. Sutanto
memandangi wajah Laura. Betapa puasnya dia telah menggumuli wanita yang
begitu cantiknya. Dan tambah puas mengingat di dalam rahim bidadari
yang sedang dipandanginya itu telah menggenang air maninya. Terbayang
oleh Sutanto kalau Laura sampai hamil olehnya. Laura pun menatap kosong
ke langit-langit rumah Sutanto. Hilang sudah keperawanannya. Direnggut
oleh seorang pria tua yang berprofesi guru namun cabul. Tapi Laura
bingung, apakah dia baru saja diperkosa atau baru saja bercinta.
Dibilang diperkosa, tapi tadi ia pasrah dan melayani Sutanto dengan
sangat bergairah. Dibilang bercinta, tapi tadi kadang Laura sadar kalau
dia dipaksa melakukan hubungan badan. Yang jelas Laura benar-benar
merasa sangat lemas, namun terasa enak dan lega.
Dalam hatinya ia juga mengakui kalau sensasi tadi benar-benar sangat
luar biasa. Dan rasa hangat pada rahimnya juga membuat Laura merasa
nyaman. Inikah yang namanya surga duniawi ?, tanya Laura sedang mencoba
berusaha menelaah sensasi terhebat yang pernah ia rasakan pada hidupnya
yang baru saja ia rasakan tadi. Harga dirinya sebagai wanita terhormat
dan berpendidikan mengatakan seharusnya ia bersedih karena mahkota
tubuhnya alias keperawanannya telah hilang. Namun, naluri alaminya
sebagai wanita mengatakan kalau pergumulan tadi adalah momen yang sangat
luar biasa nikmat dan ingin merasakannya lagi. Wajah cantik Laura
terlihat begitu polos dan alami. Sungguh wajah yang mirip bidadari, ujar
Sutanto berpuitis di dalam hatinya. Penis Sutanto yang telah
menumpahkan isinya ke dalam rahim Laura pun kian menyusut. Dia mencabut
penisnya. Dan seketika cairan putih agak kemerah-merahan pun meleleh
keluar dari sela-sela bibir kemaluan Laura.
Lendir kental yang terbuat dari cairan cinta Laura, darah perawan
Laura, dan air mani Sutanto meleleh keluar dari celah sempit di
selangkangan Laura. Lendir kehidupan, di situlah setiap manusia berasal.
Sutanto pun menindih Laura lagi, mencumbui lehernya untuk menaikkan
gairah si cantik itu lagi.
“emmhhh….”. Leher, bibir, dan payudara Laura menjadi target cumbuan
Sutanto. Alhasil, Laura bergairah kembali. Ia menunjukkannya dengan cara
membalas pagutan Sutanto penuh gairah. Berhasil membuat gadis cantik
seperti Laura terangsang kembali tentu membuat Sutanto ereksi penuh
lagi. ‘tongkat pacul’nya sudah siap digunakan untuk menggarap ‘sawah’
yang ada di depannya. Malam itu, mungkin 3-4 kali Sutanto menikmati
tubuh indah Laura. Laura pasrah dirinya dicabuli terus oleh Sutanto.
Pertama saja dia tak bisa melawan apalagi seterusnya saat dia sudah
lemas dan tak berdaya. Jadi, tak ada pilihan lain selain pasrah.
Lagipula, tak bisa dipungkiri, Laura malah kelihatan begitu menikmati
disetubuhi oleh guru tua itu berkali-kali.
Tubuhnya terasa lemas sekali, bagai tak punya tulang. Laura pun
tertidur. Burung Sutanto pun sudah lemas, tak bisa ‘meludah’ lagi.
Keduanya tertidur. Sutanto yang biasa bangun pagi, bangun duluan. Ia
tersenyum melihat Laura yang masih terlelap. Tubuhnya telanjang, tak
mengenakan apapun. Sutanto geleng-geleng kepala. Kulitnya benar-benar
putih mulus, indah sekali. Guru tua itu berencana untuk ‘memiliki’ Laura
agar bisa menggenjot gadis cantik itu kapanpun ia mau. Saatnya
strategi pembuat takluk dilaksanakan. Strategi dengan ilmu magis yang
digunakan Sutanto terhadap Laura sebenarnya sama dengan istrinya yang
telah meninggal. Ya, istrinya yang dulu merupakan kembang desa juga
korban dari kehebatan ilmu magis Sutanto. Pertama, dipelet tingkat
lanjut, diperkosa, lalu digumuli terus menerus sambil dicekoki ramuan
agar menjadi tunduk dan patuh, sebelum akhirnya dipersunting menjadi
istri. Sutanto menyiapkan sarapan untuknya sendiri dan untuk Laura.
Setelah rapih, dia komat-kamit di depan pintu rumah lalu meludah ke
pintu rumahnya.
Prosedur yang harus dilakukannya agar Laura tidak mau meninggalkan
rumah. Laura terbangun. Selangkangannya terasa begitu ngilu dan juga
lengket. Teringat tentang kejadian tadi malam. Laura menangis. Harga
dirinya telah hilang. Selain itu, dia menangis karena kecewa dengan
dirinya sendiri. Kecewa karena dia seharusnya tak menikmati pergumulan
tadi malam. Cukup lama dia menangis, namun terhenti karena perutnya
sangat lapar.
“aaww uww….”, Laura turun dari tempat tidur dengan perlahan.
Selangkangannya terasa ngilu sekali. Tadi malam, Sutanto juga menjebol
anusnya. Tak heran kalau Laura merasa begitu ngilu. Laura menuju kamar
mandi. Dia membersihkan tubuhnya, terutama selangkangannya yang ‘kotor’.
Tak ada handuk untuk mengeringkan tubuhnya. Dia pun kembali ke kamar,
mencari pakaiannya. Tak ditemukan. Sambil berbasah-basahan, Laura
berjalan pelan ke semua sudut rumah untuk mencari pakaiannya, tapi tetap
tak ketemu. Saat mencari, Laura mencium aroma makanan yang membuat
perutnya bernyanyi keroncong.
Naluri alaminya membuatnya berhenti dan membuka tudung saji. Dia semakin lapar melihat nasi goreng
telur
yang ada di meja. Berpikir tak ada orang lain, Laura memutuskan untuk
duduk dan menyantap nasi goreng itu dalam keadaan telanjang bulat.
Laura makan dengan buru-buru. Dia merasa was-was, takut ada yang
melihatnya telanjang. Tapi juga ada perasaan menggelitik, liar, dan
begitu nakal. Baru kali ini Laura tak mengenakan apapun di luar kamar.
Dan lebih parah lagi, Laura telanjang di rumah orang. Dia merasa begitu
liar, sensasi yang aneh namun cukup memberi rasa gelitik di dirinya.
Usai makan, Laura cepat-cepat masuk ke dalam kamar. Dia berusaha
berpikir jernih. Lemari pakaian yang ada di dalam kamar terkunci. Tadi
dia juga sudah mencari ke segala ruangan untuk menemukan sesuatu yang
bisa dikenakannya, tapi tak ada. Dia memandang seprei yang acak awut
dan ada bercak-bercak putih kemerah-merahan. Benarkah ia mau memakai
seprei kotor yang telah menjadi saksi bisu atas hilangnya
keperawanannya ?.
Di saat itulah, Laura melihat sarung yang ada di pojok kasur. Masa
bodohlah, Laura pun mengenakan sarung itu dan melilitkan ke tubuhnya.
Dia terlihat seperti memakai kemben. Lumayan lah, bisa menutupi dari
dada sampai lututnya. Laura pun duduk di kasur, memikirkan nasibnya saat
ini. Sebagai seorang wanita, kalau sudah tidak perawan, maka seperti
tak ada masa depan lagi untuknya. Tapi, mau apa dikata, nasi sudah jadi
nasi goreng. Tak bisa diubah lagi. Sekarang yang menjadi pikiran Laura,
bagaimana caranya dia keluar dari rumah itu. Tak mungkin dia keluar
menuju mobilnya yang diparkir di depan rumah Sutanto dengan hanya
menggunakan sarung untuk menutupi tubuh telanjangnya. Kalaupun ia nekat,
pasti akan ada orang yang melihatnya, dan tentu akan berpengaruh
padanya karena ia public figure. Apa kata wartawan jika ada yang tahu
kalau dia baru saja keluar dari rumah seorang duda dengan hanya
mengenakan sarung saja pada tubuhnya.
Belum lagi, ia khawatir kalau guru tua yang bejat itu telah mengambil
gambar atau videonya saat dia tertidur tanpa mengenakan busana.
Akhirnya, dengan terpaksa, Laura memutuskan untuk tinggal dan menunggu
Sutanto datang. Itulah kegunaan mantera Sutanto tadi, membuat Laura
secara tak sadar ingin tetap tinggal di rumah Sutanto. Batin Laura
seperti memberi 1001 macam alasan baginya agar tak meninggalkan rumah
itu padahal pintu rumah tidak dikunci Sutanto. Selama menunggu, Laura
malah kepikiran tentang kejadian tadi malam. Ia seperti terngiang-ngiang
akan ‘burung’ Sutanto dan keperkasaan guru tua itu tadi malam.
Seberapa keras pun Laura mencoba untuk menghilangkan pikiran ‘nakal’
itu, tetap saja dia kembali tersipu dan terbayang disetubuhi Sutanto
lagi, seperti orang yang sedang jatuh cinta, selalu membayangkan
momen-momen indah bersama orang yang dicintainya. Semakin dibayangkan,
Laura merasa sedikit ‘lucu’ pada daerah intimnya. Rasanya gatal
menggelitik. Tanpa sadar, Laura menggerakkan tangannya dan mulai
mengelus-elus lembut miss V-nya.
“emmm….”, gumam Laura lembut. Elusan-elusan tangannya sendiri
memberikan rasa nikmat kepadanya. Laura mulai semakin intens
mengusap-usap bibir vaginanya.
“uummhhh hmmmmhhh….”. Semakin lama memang semakin nikmat, tapi juga semakin ‘gatal’, terutama pada bagian dalam vaginanya.
“uwwmmhhh….”, sambil menggigit bibir bawahnya, Laura memasukkan jari
telunjuknya. Baru kali ini ia melakukan masturbasi, tapi ia kaget
sendiri kenapa ia lancar sekali melakukannya. Enak sekali rasanya,
semakin dipercepat gerakan jarinya, maka semakin enak.
“aahhmmm eemmhhh”. Jari tengah Laura menyusul masuk dan membuat dara
cantik itu semakin larut dalam masturbasinya. Saking larut dan
terangsangnya, Laura tidak sadar kalau ada yang memperhatikannya
bermasturbasi.
“aaah aahh ahhh AHNNNN !!!!”, tubuh Laura menekuk ke atas, begitu tegang. Pinggul Laura sampai terangkat dari kasur.
“hhh hhh hhh…”, Laura mengatur nafasnya, tubuhnya terasa ringan dan sekarang menjadi rileks.
“eh neng Laura belum pulang ?”. Laura langsung kaget. Refleks dia
langsung menarik kain sarungnya untuk menutupi daerah intimnya. Wajahnya
makin merah, nafasnya terengah-engah.
“neng Laura abis ngapain ? kok ngos-ngosan gitu ?”, ejek Sutanto. Laura
tak menjawab, dia merasa sangat malu. Pasti Sutanto tahu kalau tadi ia
masturbasi.
“neng Laura laper ? nih Bapak bawain makanan…”.
“kok diem aja ? mau nggak nih ?”. Laura tetap diam.
“yaudah, Bapak makan sendiri kalau begitu…”.
“kruuuk…”, perut Laura bernyanyi lagi. Sudah sewajarnya, makanan
terakhir yang masuk ke dalam perutnya adalah sarapan tadi pagi dan
sekarang sudah sore menjelang malam. Tak bisa menahan rasa laparnya
lagi, Laura keluar kamar. Sutanto sudah berganti baju dan membawa 2
gelas minuman.
“nah. neng Laura keluar juga. pasti neng Laura laper kan ? ayo sini,
neng. Bapak beli pecel ayam nih buat kita berdua”. Sutanto begitu ramah,
seperti tak terjadi apa-apa saja, menciptakan deja vu bagi Laura.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Laura makan pecel ayam ditemani
Sutanto.
“Pak. tas, baju saya mana ?”, tanya Laura dengan nada dingin.
“oh ada di dalem lemari, neng. sebentar”.
“ini, neng…”. Laura mengambil pakaian dan tasnya dan masuk ke dalam
kamar. Tak lama kemudian, Laura keluar, sudah mengenakan pakaiannya dan
menjinjing tasnya.
“permisi, Pak. saya pulang dulu..”, Laura masih bisa berlaku sopan.
“iyaa, neng. hati-hati”, jawab Sutanto dengan santai dan tersenyum. 2 hari telah berlalu.
“tok tok tok…”. Seperti yang diduga Sutanto. Laura yang mengetok pintu.
Bidadari imut itu berdiri di ambang pintu dengan pakaian anggun
seperti biasa pada malam hari.
“Pak…”. Tiba-tiba Laura memeluk Sutanto. Dalam 2 hari, Laura yang
memang sudah terkena pelet Sutanto, selalu kepikiran guru paruh baya
yang telah mengambil kegadisannya itu. Ditambah, dia sudah terkena
‘tongkat sihir’ Sutanto, tak heran kalau Laura jadi begitu. Tersenyum
penuh kemenangan, Sutanto merangkul Laura masuk ke dalam, kemudian
menutup dan mengunci pintu.
“ccpphh mmmhh ccpphhh mmmmhhh. neng..Laura..kenapa..ke..sini..ccpphh
mmhh”, ucap Sutanto terputus-putus karena sambil bercumbu penuh gairah
dengan Laura. Keduanya saling memagut begitu nafsu, lidah mereka
bergantian masuk ke dalam rongga mulut satu sama lain.
“saya…ke..inget…emmhh…bapak…teruss…ccppphhh…mmmmhhh ccpphhh….”. Tanpa
membalas, Sutanto pun menyingkirkan kedua tali gaun yang menyangkut di
pundak Laura. Laura mengangkat kedua tangannya agar tali gaunnya bisa
lepas. Gaunnya pun meluncur ke lantai dengan mudahnya. Tinggalah bra dan
cd yang melekat di tubuh Laura. Sambil terus asik melumat bibir Laura
yang lembut, Sutanto membuka kaitan bra Laura. Dan terakhir, Sutanto
memelorotkan celana dalam dara jelita itu. Laura pun mengangkat kedua
kakinya bergantian. Jadilah ia telanjang bulat di depan Sutanto. Tubuh
yang begitu indah dan putih mulus. Sutanto mendekap tubuh Laura dan
menciumi lehernya bertubi-tubi.
“ahhmmm Bapak aahh…”, desah Laura begitu manja sambil menggeliat kegelian.
Laura tak memikirkan lagi kalau dia sudah tak mengenakan apapun
sedangkan Sutanto masih berpakaian lengkap, dia malah sedang keenakan
diciumi Sutanto di lehernya. Sutanto pun langsung menuntun bidadari
cantik ke dalam kamar agar bisa segera menemaninya pergi ke ‘surga’.
Sangat amat berbeda sekali Laura sekarang dengan Laura 2 hari lalu. 2
hari lalu Laura masih malu dan kaku sekali, tapi sekarang dia bergoyang
begitu bersemangat. Alhasil, sepasang insan manusia itu pun bercinta
penuh gairah, begitu menggelora dan sangat bernafsu. Laura kelihatan
sangat puas bisa merasakan pentungan Sutanto lagi. Artis berwajah cantik
polos itu kelihatan sangat amat menikmati sodokan demi sodokan dan
goyangan-goyangan penis Sutanto pada vagina dan anusnya. Tak
menyia-nyiakan kesempatan, setiap penisnya sudah mampu lagi setelah
orgasme, Sutanto kembali menggasak Laura lagi. Bagai tak ada puasnya
bercinta, keduanya melakukannya berulang-ulang hingga akhirnya dini hari
dan mereka benar-benar tak kuat lagi. Mereka berdua tidur dengan batin
yang puas.
“neng. Bapak berangkat dulu ya…”, bisik Sutanto pelan dan mengecup pipi Laura.
“mm ? iya…”, jawab Laura sebisanya. Sutanto pun berangkat kerja, dia
sudah membuatkan sarapan untuk Laura yang tentu sudah dijampi-jampi
supaya Laura semakin tergila-gila dan tunduk padanya. Tak lupa Sutanto
membacakan mantera di depan pintu rumahnya seperti kemarin supaya Laura
‘enggan’ meninggalkan rumah. Laura bangun.
“nnggggg….”, dia meregangkan anggota tubuhnya alias ngulet. Dia turun
dari tempat tidur, selangkangannya terasa ngilu. Tak ada angin, tak ada
hujan. Laura senyum-senyum sendiri dan tersipu malu saat melihat sprei
tempat tidur yang awut-awutan. Tak pernah dibayangkannya kalau dia
begitu puas dan menikmati berhubungan intim dengan lelaki tua yang bukan
suaminya dan bahkan baru dikenalnya beberapa minggu terakhir ini saja.
Harusnya ia membenci Sutanto karena keperawanannya telah diambil oleh
guru tua itu, tapi dia malah begitu menyukai saat diintimi oleh
Sutanto.
Laura sama sekali tak mengerti dengan perasaannya dan ia pun sampai ke
keputusan akhir kalau dia akan bodo amat dengan kejadian yang
menimpanya, dia akan mengikuti nalurinya saja. Go with the flow.
Lagipula, tak ada yang tahu kalau dia ditiduri oleh seorang pria tua
kecuali mereka berdua saja. Laura menghubungi ibunya dan berpura-pura
sedang bersiap-siap syuting. Tentu ibunya percaya sebab Laura tidak
pernah bohong ke keluarganya selama ini. Laura bilang kalau dia akan
menginap di rumah teman perempuannya dekat lokasi syuting supaya mudah
dan tidak perlu pulang atau pergi larut malam. Ibunya setuju sekali
kalau Laura menginap supaya tidak bahaya pulang atau pergi larut malam.
Andai ibunya tahu kalau anaknya menginap di rumah seorang oknum guru
tua yang mesum. Ibunda Laura benar-benar tak tahu kalau anaknya telah
ditiduri dan dicabuli berkali-kali oleh seorang pria tua yang tak pernah
dikenalnya. Laura pun menutup telpon dan menaruhnya ke dalam tas yang
ada di meja kecil samping tempat tidur.
Tiba-tiba ada perasaan nakal di hati Laura. Entah kenapa ia ingin
mengulangi yang kemarin. Laura membuka pintu kamar perlahan, dia
mengendap-endap keluar. Hatinya berdegup kencang. Sensasi luar biasa,
merasa deg-degan sekaligus begitu bebas dan liar. Makan tanpa mengenakan
sehelai benang pun. Apalagi, Laura belum membersihkan tubuhnya. Sperma
Sutanto masih membekas di sekitar selangkangan Laura. Bau air mani pun
masih tercium tajam dari tubuh Laura. Selama makan, selalu muncul
khayalan di pikiran Laura. Khayalan tentang ada beberapa orang yang
mendobrak masuk dan menemukannya telanjang bulat atau juga berkhayal,
tiba-tiba Sutanto masuk dan ‘memperkosa’nya dengan beringas di meja
makan. Laura tak tahu imajinasi liar dan nakal seperti itu datang
darimana, tiba-tiba saja datang, dan selalu muncul meski ditolak
berkali-kali oleh batin Laura. Tapi yang jelas, imajinasi-imajinasi
nakal berdurasi pendek di pikiran Laura membuat bagian bawah bidadari
cantik itu menjadi lembap.
Usai makan, Laura mandi membersihkan tubuhnya dari segala ‘noda’. Dia
mengenakan pakaian santainya yang memang ia bawa. Tentu ia membawa
pakaian ganti, karena kali ini, dia yang mengantarkan dirinya sendiri ke
Sutanto jadi ia sudah mengantisipasi kalau-kalau ia harus ‘bermalam’.
Laura beres-beres rumah terutama tempat tidur yang sangat berantakan.
Gadis cantik itu tersipu malu sendiri. Dia mengkondisikan dirinya
sendiri seperti istri Sutanto. Beres-beres sambil menunggu Sutanto
pulang, dan pasti setelah Sutanto pulang, Laura tahu kalau dia akan
digauli penuh gairah sampai larut malam. Laura seperti tak sabar
menunggu Sutanto pulang. Artis cantik nan imut itu merasa begitu
bergairah. Tubuhnya terasa panas saat membayangkan Sutanto akan
mencabulinya dengan bernafsu. Pentungan Sutanto yang besar dan keras
tentu akan bisa membuatnya terpuaskan. Artis cantik itu berubah dari
gadis baik-baik yang polos dan bertingkah sopan menjadi gadis nakal yang
hanya berpikiran tentang sex.
Sore hari, Sutanto pun pulang. Dan betapa senangnya saat Laura membukakan pintu untuknya sambil tersenyum manis.
“ayo, Pak. pasti Bapak laper. Laura udah masakkin makanan…”.
“wah neng Laura sampe repot-repot…”.
“nggak apa-apa, Pak..ayo kita makan”.
“iya, neng. Bapak ganti baju dulu…”. Mereka pun makan bersama. Sikap
Laura benar-benar hangat ke Sutanto. Pria tua itu merasa seperti punya
istri lagi. Dia sudah yakin kalau Laura sudah tunduk kepadanya. Usai
makan dan mengobrol sebentar, Laura menunjukkan gelagat-gelagat nakal
menggoda untuk memancing nafsu Sutanto. Dia enggan meminta langsung
karena malu.
“Pak. saya tidur duluan ya…”.
“iya, neng…”, jawab Sutanto dingin dan melanjutkan menonton tv. Laura
merasa kesal. Saat dia sudah menerima kehadiran Sutanto di hati dan
hidupnya, pria tua itu malah dingin dan bersikap tak acuh terhadapnya.
Tapi, saat Laura sudah masuk ke dalam kamar, Sutanto mendekapnya dari
belakang dan langsung mencumbui tengkuk lehernya bertubi-tubi.
“emm….”, desah Laura manja sambil tersenyum.
Kedua tangan keriput Sutanto langsung menyelinap masuk ke dalam kaos
yang dikenakan Laura. Agak terkejut juga, ternyata artis mungil itu tak
mengenakan bra !. Sutanto menyeringai mesum. Tanpa ada penghalang, dia
bisa meremas-remas kedua gumpalan empuk milik Laura secara langsung dan
juga bisa memilin-milin kedua puting Laura yang kenyal itu.
“emm emmm…”, suara Laura begitu lembut namun sensual. Tubuhnya pun
menggelinjang keenakan. Kelihatan sekali kalau Laura sudah mulai
bergairah.
“neng Laura jangan ngambek dulu. Bapak cuma bercanda kok”, rayu Sutanto sambil terus asik menggrepei payudara Laura.
“umm…”, Laura hanya menggumam sebagai jawaban. Wajahnya memerah. Dia
agak malu juga, berarti sebenarnya Sutanto tahu kalau dia sedang
‘kepingin’. Untuk memastikan, satu tangan Sutanto merayap ke bawah,
daerah lembab dan hangat alias daerah intim Laura. Ternyata benar, artis
berwajah innocent itu juga tak mengenakan celana dalam. Sepertinya
Laura sudah sepenuh hati melayani Sutanto.
Tanpa ragu-ragu, Sutanto langsung mengobel kemaluan Laura.
“aahh aammhhh uuuhhh”. Malam hari biasanya waktu orang beristirahat,
tapi Sutanto malah sedang asik menjamah tubuh seorang gadis muda yang
cantik untuk menaikkan gairahnya. Malam itu pun berlanjut ke pergumulan
yang begitu panas, bergairah, dan penuh nafsu di atas tempat tidur.
Gadis belia itu melayani nafsu si pria berumur dengan sepenuh hati. Dan
tentu si pria tua menggasak si dara cantik dengan penuh nafsu. Nafsu
keduanya terlampiaskan dengan sangat puas setelah keduanya kelelahan.
“dari hari Senin, muka Bapak keliatan cerah dan sering senyum ? ada
apa, Pak ?”, tanya Gia, salah satu rekan kerja Sutanto di SMP tempat ia
mengajar. Gia adalah guru perempuan paling cantik dan muda di antara
guru perempuan lainnya. Umurnya baru sekitar 28 tahun. Guru-guru pria
banyak yang naksir Gia, termasuk Sutanto. Tapi, Sutanto tidak
menggunakan peletnya karena masih ragu. Bisa dibilang Sutanto beruntung.
Kalau saja ia menggunakan peletnya pada Gia, pasti dia tak akan
mendapatkan Laura. Karena sudah mendapatkan Laura yang seperti bidadari,
Gia jadi kelihatan tak menarik lagi di mata Sutanto.
“ah, nggak ada apa-apa kok bu Gia. badan saya kerasa enak aja dari kemaren”, ujar Sutanto bohong.
“abis dapet bini baru kali, Bu !! hahaha !!!”, celoteh Edi yang juga rekan kerja Sutanto.
“sembarangan kowe…”. Sutanto tak mau mengaku karena bisa repot kalau
teman-teman kerjanya minta dikenalkan ke calon istrinya yang tak lain
adalah Laura. Sutanto pulang ke rumah dengan semangat, langkahnya cepat
seperti sedang berlomba jalan cepat. Rasa lelah dari mengajar seharian
sama sekali tak terasa karena di benak Sutanto sudah terbayang dengan
wajah cantik Laura, senyumannya yang indah, dan terutama, tubuh Laura
yang putih mulus, sungguh membangkitkan hawa nafsu. Benjolan di celana
Sutanto semakin besar saat dia membayangkan puting pink pucat Laura dan
vaginanya yang merah merekah yang sangat menggugah selera.
Dan lebih baik lagi, bidadari cantik yang ada di rumahnya sekarang
alias Laura, menerima perlakuan cabul dan mesumnya dengan senang hati
dan tanpa protes sedikitpun. Sutanto terkejut ketika pintu rumahnya
terbuka. Di ambang pintu, berdiri Laura yang tak mengenakan apapun. Tak
sehelai benangpun menutupi tubuh putih mulusnya. Payudara dan vaginanya
terekspos begitu saja tanpa ada yang menutupi. Laura pun menarik
Sutanto masuk dan segera menutup pintu. Payudaranya naik-turun seiring
dengan nafasnya. Laura merasa deg-degan tapi begitu liarr dan hebat.
Membuka pintu depan dengan bertelanjang bulat adalah hal paling gila
dan liar yang pernah ia lakukan dalam hidupnya.
“neng Laura…”, Sutanto masih terbengong-bengong. Setelah menenangkan
hatinya yang deg-degan, Laura pun tersenyum dan menuntun Sutanto untuk
duduk di kursi. Dengan perlahan, Laura membukakan sepatu Sutanto.
Benar-benar seperti mimpi yang sangat nakal, seorang gadis cantik
membukakan sepatunya tanpa mengenakan apapun.
“kok neng Laura nggak pakai baju ?”. Laura hanya tersenyum. Setelah
kedua sepatu Sutanto terlepas, Laura berdiri dan mendekatkan mulutnya ke
telinga Sutanto.
“baju Laura yang kemarin kotor. Laura lupa bawa baju ganti lagi…”, bisik Laura lembut sebelum tersenyum.
“oh begitu….”, Sutanto tersenyum. Sikap Laura benar-benar berubah, dari
yang sopan, anggun, dan polos menjadi hangat, agresif, dan nakal.
Hanya dalam hitungan hari saja. Memang hebat pelet gue, pikir Sutanto.
Tapi, dia ingat kalau pagi ini, dia tak menjampi-jampi makanan dan
minuman Laura serta tak memantrai pintu rumah. Berarti Laura sudah
kecanduan keperkasaan Sutanto, persis seperti istrinya dulu. Dan juga
Laura tak memakai kata saya lagi, tapi sudah menggunakan nama, berarti
dia sudah nyaman dekat dengan Sutanto.
“ayo neng. duduk sini..”, Sutanto merapatkan pahanya untuk alas duduk
Laura. Dengan gerakan menggoda, Laura duduk di pangkuan Sutanto,
berhadap-hadapan. Kedua tangan Sutanto langsung ‘menyergap’ kedua susu
Laura dan juga menyambar bibir Laura.
“ccpphh ccpphh mmmhhh”, keduanya
bercumbu mesra.
“Pak. mendingan kita makan dulu. udah Laura buatin…”, Laura
menghentikan ciuman mereka. Dia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya,
karena itu dia harus menghentikan Sutanto agar bisa makan dulu sebelum
melakukan ‘aktivitas’ itu.
“mm…oke deh, neng…”, Sutanto sedikit kecewa. Laura berdiri lagi dan menuntun Sutanto ke meja makan.
“bentar ya, Pak…”. Laura bolak-balik mengambil piring, gelas, nasi, dan
lauk pauk dari dapur. Melihat gadis cantik berkulit putih mulus
berlalu-lalang di depan matanya tanpa mengenakan apapun tentu semakin
memancing nafsu Sutanto. Sutanto langsung mengurung Laura dengan kedua
tangannya dari belakang saat Laura akan mengambil nasi dari magic jar
yang sudah ditaruh di atas meja makan. Di depannya meja makan, di
belakangnya terhalang Sutanto, kanan kiri terkurung oleh kedua lengan
Sutanto.
“ayo dong, neng. sekalii aja, Bapak lagi nafsu banget nih…”, bujuk Sutanto sambil menekan-nekan selangkangannya ke pantat Laura.
“mmm…iyaa deh…”, jawab Laura sambil tersenyum.
Tak mungkin Laura bisa menolak kemauan Sutanto. Dia juga sudah
bergairah sedari tadi apalagi pantatnya disundul-sundul benjolan di
celana Sutanto. Lagipula, Laura tak mengenakan apapun untuk menutupi
tubuhnya. Secara tak langsung, Laura mengatakan ke Sutanto kalau dia
bisa ‘diserang’ kapan saja. Sutanto mundur sedikit sambil melorotkan
celananya. Laura memundurkan pantatnya, menyodorkan pantatnya ke
Sutanto.
“awwwhhh….”, pekik Laura saat anusnya ditancap cukup kencang oleh penis Sutanto.
“ooh oohh…”. Sutanto menyodomi pantat Laura saat itu juga sampai 15
menitan. Sutanto pun mengambil piring Laura yang sudah berisi nasi. Dia
mencabut penisnya, mengocoknya sebentar dan akhirnya menyemburlah air
mani Sutanto ke nasi Laura. Tanpa disuruh, Laura jongkok dan mengulum
benda tumpul milik Sutanto itu.
“Pak. kok nasi Laura disiram pake punya Bapak sih ?”.
“nggak apa-apa, neng. coba aja dulu. enak kok…”.
“nggak mau ah..jorok…”.
“coba dulu..”, Sutanto menyuapi Laura. Sebenarnya Laura tidak jijik,
dia sudah 5x menelan sperma Sutanto. Dia hanya merasa aneh saja, memakan
nasi dengan kuah air mani. Tapi, ternyata Laura suka dengan rasa gurih
dan asin dari sperma bercampur nasi. Dan jadinya, Laura makan nasi
dengan kuah sperma Sutanto itu dengan lahap. Sutanto hanya tertawa-tawa
saja melihat Laura yang berwajah innocent itu lahap memakan nasi yang
berlumuran air mani. Dan setelah makan, mereka pun melakukan ‘rutinitas’
favorit mereka yaitu saling mengadu alat kelamin di atas tempat tidur.
Keesokan harinya pun berlangsung sama. Meski sama, keduanya tak pernah
bosan menumpahkan hasrat mereka satu sama lain. Besok adalah hari
minggu, Sutanto sudah membeli amunisi, yaitu obat kuat. Dia berencana
untuk menggempur Laura seharian penuh dan tak membiarkan gadis muda itu
turun dari tempat tidur meskipun cuma sebentar. Pagi-pagi, Sutanto
sarapan dengan Laura. Baru kali ini, mereka bisa sarapan bersama karena
biasanya Laura bangun agak siang, kelelahan digempur semalaman.
Setelah sarapan, barulah Sutanto meminum obat kuat yang telah dibelinya kemarin.
“Pak..itunya…”, ucap Laura agak malu-malu menunjuk ke burung Sutanto
yang sudah berdiri tegak. Mereka berdua memang tak mengenakan apapun
sehingga Laura bisa melihat perkakas Sutanto dengan jelas.
“iya nih, neng. hehe….”. Wajah Laura memerah melihat penis Sutanto
bergerak-gerak tanpa dipegang oleh si pemilik. Dia tahu apa yang akan
terjadi padanya kalau tongkat itu sudah berdiri tegak. Laura pun berlari
kecil menuju kamar. Sutanto pun segera mengejar Laura ke dalam kamar.
“emmm…jangan, Paakhh…masih pagi…”, kilah Laura berusaha menyingkirkan tangan Sutanto yang menjamah vaginanya.
“justru itu, neng…kan kita belum pernah gituan pagi-pagi. hehehe…”.
“tapi..ntar ada yang ngeliat…”.
“nggak ada, neng…tenang aja…”. Dan Laura pun akhirnya tak bisa menolak
lagi kemauan pejantan tua yang cabul itu. Dia tersenyum lalu berlutut,
‘menyerah’ pada todongan senjata Sutanto.
Lidah Laura pun lincah menari-nari di selangkangan Sutanto. Laura yang
sebelum bertemu Sutanto belum pernah mengulum kemaluan pria, kini
terlihat begitu lihai dan natural membelai lembut penis Sutanto dengan
lidahnya. Tentu saja Laura jadi pandai mengulum, selama 2 hari kemarin,
secara intensif, Sutanto melatih kemampuan ranjang Laura, mulai dari
berciuman, oral seks, sampai teknik dan posisi bercinta. Lagipula,
semenjak Laura ‘mencicipi’ burung Sutanto dengan lidahnya, dia suka
dengan rasa asin dan amis dari penis Sutanto. Laura juga tak tahu
mengapa, dia suka sekali rasa penis Sutanto, tak heran dia selalu
menghayati dan menikmati saat mengulum kemaluan Sutanto. Laura tidak
tahu kalau Sutanto minum obat kuat sampai Sutanto menyemprotkan air
maninya ke dalam mulut Laura, tapi setelahnya, tak mengecil sedikitpun.
Laura tak berkomentar atau bertanya, dia malah naik ke tempat tidur dan
terlentang pasrah, seperti sudah menyiapkan diri untuk melayani nafsu
pejantan tuanya.
Sutanto langsung menomplok bidadari cantik dan bersiap menikmati tubuh
indah Laura seharian penuh. Desahan, nafas menderu, tetesan keringat,
bunyi ranjang yang bergoyang, dan suara kecipak air mengiringi
persetubuhan mereka yang sangat bergairah dan panas seperti pengantin
baru di malam pertama. Dengan bantuan obat kuat, Sutanto bisa
terus-terusan menyodok mulut, anus, dan vagina Laura tanpa jeda sehingga
artis cantik itu benar-benar lemas, kewalahan karena terus menerus
dibuat orgasme oleh Sutanto. Akhirnya dari pagi-sore, setelah 6 jam,
efek obat itu berakhir. Laura sudah tidur duluan alias pingsan saking
lemasnya setelah 4 jam digempur Sutanto non-stop. Pria tua itu juga
kelelahan dan tertidur memeluk tubuh Laura yang telah digunakannya untuk
melampiaskan nafsunya dengan maksimal. Senja hari, sekitar jam 6 sore,
barulah Laura terbangun. Tubuhnya terasa begitu pegal. Selangkangannya
begitu ‘berantakan’ dan terasa ngilu sekali. Noda putih yang hampir
menjadi kerak ada di mana-mana pada tubuhnya terutama daerah intimnya.
Laura pun ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya. Sementara itu, Sutanto
terbangun karena suara siraman air dari kamar mandi. Tak lama
kemudian, Laura keluar.
“eh neng Laura udah
bangun duluan ?”.
“iya, Pak. baru aja bangun…”. Sutanto memperhatikan jalan Laura yang agak mengangkang.
“neng Laura kok jalannya ngangkang gitu ?”.
“um…ngilu, Pak…”, jawab Laura malu-malu.
“gara-gara Bapak ya ? maaf banget neng”.
“nggak apa-apa, Pak”, jawab Laura ditambah senyum manisnya.
“saya mau nyiapin makan malam dulu ya, Pak…”. Tanpa repot, Laura
berjalan mengangkang keluar kamar tanpa mengenakan pakaian. Sambil
menyiapkan makanan, Laura masih merasakan sodokan-sodokan penis di
vagina dan anusnya seakan dia masih di genjot Sutanto. Laura pun hanya
tersenyum saja sambil mengusap perutnya dan berpikir, pasti tak lama
lagi, dia akan mengandung anak dari Sutanto. Mereka berdua melalui malam
penuh kemesraan dan kehangatan. Walau Laura tak mengenakan apapun, di
dekat Sutanto terasa hangat.
Malam semakin larut, Sutanto dan Laura kini sedang bermesraan di tempat
tidur. Keduanya saling berhadap-hadapan, berpelukan, dan berciuman.
“Pak. besok Laura pulang ya”.
“kok? jangan, neng. jangan tinggalin Bapak sendirian..”.
“maaf, Pak. kalau besok Laura nggak dateng, kontraknya batal…”.
“hm..ya udah, neng..nggak apa-apa deh…”.
“tapi kalau ada waktu, Laura bakal ke sini kok..”.
“bener yaa, neng ?”.
“iyaa…”.
“makasih yaa, neng…”, Sutanto membelai rambut Laura lembut. Betapa cantiknya wajah yang ada di depan mata Sutanto.
“cuupphh…emmm mmmhh…”, keduanya menggumam, mereka berdua berciuman
dengan mesra dan saling bertatapan. Meski kedekatan mereka terjadi
karena pelet dan agak ‘pemerkosaan’, namun mata Laura menyorotkan sinar
cinta, begitu juga Sutanto. Laura menetapkan kalau guru tua nan mesum
itu adalah lelaki pertama dan terakhir yang bisa menikmati tubuhnya. Tak
ada lelaki lain yang boleh menyentuhnya, keputusan bulat dari Laura.
Lelaki lain yang mendekatinya akan ditolak mentah-mentah, janji Laura.
Artis cantik itu kini sudah suka dan cinta dengan Sutanto, meski rasa
cinta itu datang dari rasa takjub dan puas saat bersenggama dengan
Sutanto. Mereka berdua pun tertidur sambil berpelukan erat agar tubuh
mereka yang sama-sama tak tertutup sehelai benang pun terasa hangat.
“cuuphh ccpphhh…”, Laura mencium Sutanto setelah mobilnya sampai di depan sekolah Sutanto mengajar.
“ntar Laura usahain abis syuting ke rumah Bapak..”. Usai mengucapkan
perpisahan, Laura pun mengendarai mobilnya. Sutanto merasa sedih juga,
ditinggal bidadarinya. Kalau nanti pulang, tak ada lagi si bidadari
cantik yang menyambutnya. Sebenarnya, Laura belum syuting hari ini, dia
baru syuting 2 hari lagi. Dia ingin membuat kejutan.
“ini, Mah, Pah…rumah kontrakan Laura…”.
“kok kecil ya ?”.
“ya mau gimana lagi, ini yang paling deket sama lokasi syuting…”.
“oh, ya terserah kamu..”. Laura menunjukkan rumah Sutanto ke kedua
orang tuanya dengan berpura-pura kalau itu adalah rumah yang
dikontraknya.
Laura yang memang sudah diberi kunci duplikat rumah oleh Sutanto, mengajak kedua orang tuanya ke dalam.
“kok masih banyak barang ?”.
“iya, kata yang punya kontrakan, biarin aja..”.
“oh…”. Setelah kedua orang tuanya melihat-lihat, Laura pun mengantar
kedua orang tuanya pulang sekalian mengambil barang-barang pribadinya
untuk ditaruh di rumah Sutanto. Ibu dan bapaknya membantu Laura packing
barang-barang yang bisa dipakai. Mereka tidak tahu kalau anaknya bukan
mengontrak melainkan tinggal bersama seorang pria tua yang mesum. Andai
mereka tahu kalau anak mereka yang cantik itu sudah dijamah
berkali-kali oleh pria tua yang bahkan tak pernah mereka kenal. Laura
sendiri belum berencana untuk memberi tahu tentang hubungannya dengan
Sutanto. Laura yakin, pasti kedua orang tuanya takkan setuju dia
menjalin hubungan dengan pria yang tua dan hanya berprofesi sebagai
guru. Ia tahu keinginan orang tuanya yang berharap ia mencari suami
yang tampan dan mapan.
Atau setidaknya, suaminya berkecukupan dengan rentang umur yang tidak
terlalu jauh, 3-6 tahun dengan Laura. Bukannya dengan pria yang umurnya
hampir 2x lipat dari umur Laura sekarang. Laura segera berangkat lagi
ke rumah Sutanto dengan mobilnya yang penuh dengan barang pribadinya.
Kebanyakan Laura membawa baju, parfum, sedikit kosmetik, pokoknya dia
membawa keperluan syuting, tapi dia juga membawa barang-barang lainnya
seperti bed cover, selimut, guling dan bantal favoritnya, tentu juga
sarung untuk guling dan bantalnya. Begitu sampai, Laura langsung
beres-beres seorang diri. Memindahkan barang-barang dari mobilnya ke
dalam rumah Sutanto. Akhirnya kamar Sutanto jadi terlihat seperti
kamarnya, Laura merasa tambah nyaman saja. Dara jelita itu sekalian
membersihkan rumah Sutanto. Tak terasa, sudah hampir jam pulang Sutanto,
Laura merapikan makanan di meja makan lalu mandi untuk menyegarkan
tubuhnya yang berkeringat sehabis beres-beres seharian tadi. Sambil
mandi, Laura merasa tak sabar sekaligus deg-degan menunggu Sutanto
pulang layaknya istri yang menunggu suaminya pulang.
“cklek…”. Sutanto mengunci kembali pintu rumah setelah masuk ke dalam.
Dia langsung mencari-cari sumber dari aroma sedap yang ia cium pas
masuk ke dalam rumah. Ternyata ada macam-macam makanan enak yang
tersedia di meja makan. Sutanto tersenyum sumringah. Dia tahu siapa yang
menyiapkan makanan untuknya. Tak mungkin makanan itu muncul begitu
saja atau ada peri yang membuatkan makanan seperti di dalam dongeng.
Pastilah seorang bidadari cantik berkulit putih mulus nan indah, pikir
Sutanto.
“neng Laura !! neng Laura !!”, panggil Sutanto tak sabar ingin melihat
bidadarinya. Dia pun langsung mengecek dapur, tak ada. Saat Sutanto
membuka pintu kamar untuk mencari Laura, pria tua itu cukup terkejut.
Kamarnya berubah jadi harum, sangat rapi, dan ada beberapa boneka serta
parfum. Sutanto menoleh ke belakang saat ada yang mencoleknya.
“neng Laura !”, Sutanto langsung tertegun melihat Laura yang sekarang berdiri di depannya.
Laura mengenakan pakaian yang bisa disebut gaun malam berwarna hitam
namun sangat tipis, bahkan cenderung transparan. Dan Laura tidak
mengenakan apapun selain gaun itu. Sutanto bisa dengan jelas melihat
lekuk-lekuk tubuh Laura. Keindahan tubuh rampingnya dan kemulusan kulit
putihnya seakan berpadu dengan gaun indahnya membuat Laura kelihatan
anggun tapi juga sexy menggairahkan.
“Bapak baru pulang. Laura udah nunggu dari tadi…”, lirih Laura manja sambil melingkarkan kedua tangannya di leher Sutanto.
“tapi, bukannya Neng….”. Laura memutus ucapan Sutanto dengan mencium
pria tua itu. Tak disangka, gadis cantik yang kelihatan sopan dan anggun
itu bertingkah sangat manja dan agresif di depan Sutanto.
“mmm…”, keduanya begitu menikmati ciuman itu. Sangat lembut dan penuh perasaan.
“mendingan kita makan dulu, Pak…”, ucap Laura menghentikan ciumannya
sendiri. Sutanto tersenyum senang sambil mengangguk. Sambil makan, tak
henti-hentinya Sutanto memandangi Laura yang mengenakan gaun transparan
itu.
Meski memang tubuh Laura tak begitu sintal dan montok, tapi warna kulit
Laura dengan gaun hitamnya begitu kontras, memicu gairah Sutanto.
Bidadari cantik itu terlihat seksi sekali. Laura juga tahu kalau Sutanto
terus memperhatikannya. Dia tahu harusnya dia tak mengenakan pakaian
menggoda untuk Sutanto. Biasanya itu dilakukan seorang wanita untuk
memancing nafsu suaminya sebelum berhubungan intim dan Laura sadar betul
kalau Sutanto itu bukan lah suaminya malah pria tua itu lah yang telah
merenggut kesuciannya dan mencabulinya hingga berkali-kali. Tapi,
entah datang darimana, Laura memang sangat ingin memanjakan mata
Sutanto dan ‘menggoda’ nafsu pria tua itu sejak tadi pagi, makanya ia
membeli pakaian itu tadi siang. Tentu ia membelinya dengan menyamar
agar tak ada orang yang mengenalinya. Laura tahu keinginannya tak
seharusnya ia penuhi, tapi ia tak bisa melawan hasrat untuk ‘menggoda’
Sutanto, pria tua yang seharusnya dibenci Laura karena telah merenggut
keperawanannya.
Laura sampai sekarang tak mengerti kenapa ia kepincut dengan Sutanto
dan setiap ia jauh dari Sutanto, ia selalu membayangkan wajah Sutanto
dan momen-momen bermesraan dengan guru tua itu. Keinginannya sudah
dilaksanakan, sekarang ia mendapatkan rasa luar biasa dari pakaiannya
yang mengundang mata Sutanto terus terpaku kepadanya. Laura merasa
begitu nakal, bangga, dan juga merasa sangat seksi. Inikah rasanya
seorang istri yang berhasil menggoda suaminya dengan pakaian sexy ?,
Laura bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Usai makan, tiba-tiba Laura
berdiri dan melepaskan gaunnya hingga ia telanjang. Dia menarik kedua
tangan Sutanto yang masih kotor dengan makanan lalu menaruhnya di
pantatnya.
“neng..tangan Bapak kotor…”.
“nggak apa-apa, Pak…gimana kalau kita cuci tangan di kamar mandi ?”,
ajak Laura dengan sangat menggoda. Sutanto langsung mengangguk semangat.
Usai mencuci tangan, mereka pun langsung berasyik-mahsyuk di atas
tempat tidur. Meluapkan gairah mereka yang begitu menggebu-gebu seakan
tiada hari esok.
Sutanto tentu begitu sangat amat bernafsu menyenggamai gadis muda yang
cantik seperti Laura. Sementara Laura tak enggan dan senang hati
melayani pria tua dan jelek seperti Sutanto dengan tubuh indahnya karena
dia sudah ‘kecantol’ dengan senjata Sutanto. Semenjak hari itu, Laura
resmi tinggal bersama Sutanto. Sutanto merasa rumahnya seperti surga
karena ada bidadari yang selalu menemaninya. Laura melayani Sutanto
sepenuh hati, baik lahiriah maupun (terutama) bathiniah. Tak jarang
Sutanto melakukan ‘serangan fajar’ ke Laura dan Laura tak pernah
menolaknya. Dan jika Laura ada syuting lalu pulang larut malam, biasanya
Sutanto menunggu Laura pulang untuk kemudian menyergap dan langsung
‘menculik’ bidadarinya itu ke dalam kamar. Tapi, meskipun sangat lelah
setelah pulang syuting, Laura selalu tersenyum melayani nafsu Sutanto.
Dia merasa sudah menjadi kewajibannya untuk melayani Sutanto. Ya, saking
seringnya diintimi, alam bawah sadar Laura mengkondisikan dirinya
sendiri seperti istri Sutanto yang harus siap melayani nafsu Sutanto
kapan pun.
Suatu malam, Laura pergi ke acara penghargaan bagi perfilman Indonesia.
Sutanto mengerti kalau Laura tak mengajaknya. Dia menonton tv
sendirian di rumah. Laura menjadi salah satu host acara penghargaan
itu, lebih tepatnya pembaca nominasi salah satu kategori penghargaan.
Sutanto memperhatikan Laura dalam keadaan ‘normal’. Terlihat begitu
anggun dan sangat cantik. Sutanto pun tersenyum, sementara pria-pria
lainnya yang menyaksikan acara itu baik secara langsung maupun melalui
tv pasti penasaran dengan kemulusan tubuh seorang Laura Basuki yang
bertampang cantik innocence, Sutanto tahu betul ‘onderdil’ yang dipunyai
Laura yang sudah dilihatnya berkali-kali. Melihat Laura di tv, Sutanto
jadi membayangkan tubuh indah nan putih mulus itu ada di depannya.
Andai saja bidadarinya yang sedang ia pandangi di tv ada di sampingnya,
pasti Sutanto sudah menyembunyikan Laura dalam sarungnya untuk
‘merawat’ burung miliknya.
Laura masuk sebagai nominasi artis wanita favorit, tapi ia tidak menang. Begitu pulang, Sutanto langsung memeluk Laura.
“kamu jangan sedih, sayang…itu cuma penghargaan biasa…”, ucap Sutanto menyemangati Laura.
“iya, Pak. Laura juga nggak sedih. saingan Laura hebat semua”.
“hmm..bagus bagus…”.
“tapi..kamu menang penghargaan kok ?”.
“penghargaan apa, Pak ?”.
“calon istri terbaik 2011 hehe…”.
“ah Bapak….”, pukul Laura manja.
“kamu mau lihat pialanya nggak ?”, Sutanto menatap ke benjolan di
sarungnya. Sambil menggigit bibir bawahnya, Laura mengangguk. Sutanto
pun langsung menggaet bidadarinya ke dalam kamar dan bercinta penuh
nafsu. Usai bersenggama, Laura dan Sutanto pun bercengkrama.
“sayang…”.
“iya, Pak ?”.
“kalau bantu Bapak ngajar les mau nggak ?”, tanya Sutanto sambil memeluk Laura dari belakang.
“les apa, Pak ?”.
“begini, ada 3 murid Bapak yang les sama Bapak. anaknya sih baik semua, gampang di atur, tapi bebel banget otaknya…”.
“eh Bapak. jangan bilang gitu ah…”.
“ya abisnya, udah Bapak ajarin paling gampang, tetep aja nggak bisa…”.
“emangnya orang tuanya nggak ngajarin di rumah ?”.
“nah itu dia, orang tua mereka bertiga aja nyerah, trus nyerahin ke
Bapak. mereka orang kaya dan mau bayar Bapak berapa aja supaya anak
mereka lulus SMP”.
“mereka kakak
adik semua ?”.
“yang 2 kembar, yang satu lagi beda…”.
“oh, terus mereka les apa aja sama Bapak ?”.
“ya biologi doang, tapi mereka minta ajarin matematika sama fisika
juga. Bapak takut keteteran ngajarnya, kamu mau bantuin Bapak kan ?”.
“boleh, Pak. kapan ?”.
“senin depan. makasih ya sayang…”, ujar Sutanto setelah mengecup pipi Laura.
Sebenarnya Laura juga ingin bertanya sesuatu ke Sutanto, tapi dia masih
merasa tidak enak, lagipula dia sudah sangat kelelahan. Sesuatu
tentang hubungan mereka karena sebentar lagi Laura akan menikah dengan
seorang pria berumur yang wajahnya tak jauh dengan Sutanto. Tapi karena
terlalu lelah, mereka berdua pun tidur dalam keadaan bugil, namun
saling berpelukan sehingga mereka tidak merasa dingin. Laura tidur
dengan nyaman karena air mani Sutanto yang hangat menggenangi rahimnya.
Dan seperti malam-malam sebelumnya, sel telur Laura sibuk
mempertahankan diri dari serbuan berjuta-juta sperma Sutanto yang tadi
diinjeksikan ke dalam rahim Laura. Dan sepertinya pertahanan sel telur
Laura mulai melemah….
Laura menghadapi dilema, apakah dia harus menikah dengan calon suaminya
yang sudah dikenalkan ke keluarga dan kerabat, ataukah dengan Sutanto,
pria tua dengan kejantanan yang sangat perkasa dan membuatnya selalu
merasa seperti pergi ke ‘surga’ ?. Dan tentang 3 anak SMP itu ?