Musibah seseorang, kadang jadi berkah bagi yang lain. Misalnya Makmun,
40 (bukan nama sebenarnya), dari Ponorogo (Jatim) ini. Saat Ny. Anis, 35
(bukan nama sebenarnya), tetangganya kesripahan (ditinggal mati) suami,
itu kan musibah. Tapi perkembangan selanjutnya, justru “berkah” bagi
Makmun. Soalnya, janda penuh gairah itu kemudian menawarkan sejuta
kenikmatan baginya.
Setiap
nasihat perkawinan disampaikan pada walimahan, pastilah dikatakan bahwa
pasangan pengantin itu menjadi keluarga sakinah, guyub rukun hingga
kaken-ninen (kakek nenek), Banyak yang tercapai, tapi banyak pula yang
tak kesampaian. Bisa karena perceraian, dapat pula karena mati lebih
cepat daripada pasangan tersebut. Otomatis, pasangan yang ditinggalkan
akan menyandang status baru, kalau bukan janda ya duda.
Ny.
Anis adalah pasangan yang apes dari Desa Beton, Kecamatan Siman,
Ponorogo. Baru dua pelita membangun rumahtangga, sang suami dipanggil
Sang Khalik. Diapun menyandang status janda muda, dengan “warisan” tiga
anak yang masih kecil-kecil. Untung saja almarhum suami seorang PNS,
sehingga ada dana pensiun untuk menunjang kehidupan keluarga. Di samping
itu, Ny. Anis memang wanita ulet, karena selama ini dia juga punya
usaha sampingan.
Ditinggal
mati sekian lama, secara ekonomi tidak masalah. Maksudnya, untuk urusan
perut sudah teratasi dengan mudah. Tapi yang di bawah perut, inilah
yang musykil dan bikin pusing. Saat ada suami, selalu surplus, karena
tanpa minta pun selalu dipasok terus. Tapi sekarang? Untuk menikah lagi,
sudah kurang peminat. Maklumlah, menikah dengan janda beranak tiga, itu
sangat bertentangan dengan prinsip Kantor Pegadaian: mengatasi masalah
tapi malah bikin masalah.
Anis
sangat menyadari akan posisinya, maka dia tidak terlalu ngaya. Kalau
jodoh, takkan lari ke mana-mana. Dia juga tak mau bahwa rumahtangga
jilid duanya hanya membahagiakan diri sendiri, tapi menyengsarakan bagi
anak-anaknya. Soalnya kan tak banyak lelaki yang butuh emaknya juga
perhatian sama anaknya. Mayoritas, ibunya digoyang, anaknya
disingkang-singkang (dinistakan).
Adalah
Makmun, tetangga depan rumah Ny. Anis. Sebetulnya dia sudah lama jadi
pemerhati wanita ini. Ingin sebenarnya menjalin hubungan lebih dalam,
sukur-sukur bisa “mendalami”, tapi terhalang oleh status wanita itu,
juga status dirinya. Kala itu Anis kan masih punya suami, dan Makmun
sendiri juga guru madrasah. Masak guru sekolah agama kok terlibat kasus
senior (senang istri orang).
Begitu
suami Anis meninggal, rasanya “tembok berlin” itu sudah runtuh. Pelan
tapi pasti, diam-diam Makmun mulai mendekati janda depan rumah dalam
rangka “pendalaman”. Soal status guru madrasah ibtidaiyah, namanya baru
kena godaan setan, apa salahnya? Maka lobi-lobi politik mulai
dilancarkan, agar koalisi bersama Ny. Anis bisa dibangun sampai 2014,
dan dilanjutkan dengan eksekusi.
Ny.
Anis dengan cepat menangkap aspirasi urusan bawah lelaki tetangganya.
Karena selama ini sudah demikian tersiksa menahan gairah, pertimbangan
etika dan moral jadi ternafikan. Maka ketika Makmun main ke rumahnya di
malam hari disambut dengan gembira. Dan ketika anak-anak sudah tidur,
mereka pun “main” bak layaknya suami istri. “Gersang tapi damai,” kata
Makmun setelah “entuk-entukan” dari rumah si janda. Maklum, ibarat sawah
Ny. Anis kan sudah lama tak dicangkul.
Aktivitas
guru madrasah di rumah Ny. Anis lama-lama tercium tetangga. Maka
beberapa malam lalu, saat keduanya sedang “ketanggungan” langsung
digerebek. Tak ampun lagi keduanya diarak menuju Balai Desa. Warga
mendesak Pak Kades agar mengusir keduanya dari desa itu, agar tidak
mengotori kampung. Beruntung, sebelum warga bertindak anarkis pada
Makmun – Anis, polisi datang dan membawa mereka ke Polres Ponorogo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar